SERAYUNEWS – Media sosial saat ini tengah diramaikan dengan tagar #SaveKIPKuliah, yang dibarengi dengan simbol “Peringatan Darurat Garuda Merah”.
Gerakan ini menjadi bentuk protes atas kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan yang berpotensi berdampak besar bagi mahasiswa kurang mampu di Indonesia.
Isu ini berawal dari keputusan pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran, yang salah satunya menyasar sektor pendidikan.
Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, yang selama ini menjadi penyelamat bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu, dikabarkan terkena imbas pemotongan dana.
Kekhawatiran ini semakin menguat ketika seorang pengguna X (Twitter), @canineh***, mencuitkan:
“600k masyarakat yang bergantung dengan KIP-K kebanyakan adalah anak-anak yang pertama kali menjadi sarjana di keluarganya, tapi terancam putus kuliah jika efisiensi ini dilaksanakan. TOLAK PEMANGKASAN DANA PENDIDIKAN!! #daruratpendidikan #savekipkuliah #turunkanuktptn.”
Selain KIP Kuliah, beberapa beasiswa lain yang ditujukan bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu juga dikabarkan mengalami pengurangan anggaran.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya angka mahasiswa putus kuliah akibat kendala finansial.
Fenomena “Peringatan Darurat Garuda Merah” yang semakin masif sejak 12 Februari 2025 mencerminkan keresahan publik atas pemangkasan dana pendidikan.
Banyak unggahan di media sosial yang menampilkan infografis besaran pemotongan anggaran KIP Kuliah oleh pemerintah.
Berdasarkan data yang beredar, anggaran awal program KIP Kuliah sebesar Rp14,69 triliun dikurangi sebesar Rp1,31 triliun.
Pemangkasan ini memicu protes karena dinilai akan membatasi akses mahasiswa kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
Menanggapi polemik ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti memberikan klarifikasi dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI pada 12 Februari 2025.
Ia mengungkapkan bahwa Kementerian Dikdasmen awalnya menerima alokasi anggaran sebesar Rp33,55 triliun. Namun, pemerintah mengusulkan pemangkasan menjadi Rp25,5 triliun, sebelum akhirnya disepakati menjadi Rp26,27 triliun.
Pemerintah menegaskan bahwa pemangkasan ini merupakan bagian dari kebijakan efisiensi anggaran dan berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan program pendidikan.
Namun, bagi banyak pihak, kebijakan ini tetap menimbulkan kekhawatiran terhadap akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.
Hingga saat ini, polemik mengenai pemangkasan dana pendidikan masih terus bergulir. Gerakan #SaveKIPKuliah membuktikan bahwa masyarakat peduli terhadap masa depan pendidikan di Indonesia.
Kini, bola panas ada di tangan pemerintah—akankah mereka mengakomodasi aspirasi publik atau tetap pada keputusan yang telah ditetapkan?
Dengan meningkatnya perhatian terhadap isu ini, diharapkan ada solusi yang dapat menjamin akses pendidikan bagi seluruh anak bangsa.
Masyarakat dan mahasiswa terus menanti langkah selanjutnya dari pemerintah.***