SERAYUNEWS – Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Banyumas beberapa di antaranya ternyata masih menggelar kegiatan lulusan atau wisuda seperti universitas. Hal tersebut mendapatkan pertentangan dari sejumlah wali murid, karena biaya yang dikeluarkan hingga ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Sebut saja Mawar, seorang wali murid yang anaknya telah dinyatakan lulus di sebuah SMP Negeri di Purwokerto. Dia harus merogoh koceng hingga lebih dari Rp1 juta untuk kegiatan kelulusan anaknya. “Ada bayar sewa gedung hotel itu lebih dari Rp500 ribu, yearbook sekitar 300 ribu, mix up buat yearbook 150 ribu, sewa tempat foto 50 ribu, bayar ijazah 120 ribu. Totalnya lebih dari satu juta,” ujar dia, Selasa (13/5/2025).
Mawar menambahkan, sejauh yang dia tahun peraturan pemerintah tidak ada mewajibkan hal tersebut. Namun, di sekolah anaknya justru diwajibkan hal tersebut.
“Kemarin kita sempat rapat, semua wali murid di kelas 9 ikut. Di rapat itu kan kami kira ada voting setuju atau tidak diadakan perpisahan, justru langsung ada penjelasan soal wisuda di hotel. Biayanya berapa dan sebagainya. Nggak ada voting yang ada langsung dipatok nominal. Jadi memang tidak ada kata-kata wajib, tetapi kesannya diwajibkan untuk ikut,” kata dia.
Banyak wali murid yang merasa keberatan dengan hal tersebut, apalagi perayaan kelulusan yang berusaha dibuat semegah mungkin, tanpa melihat kondisi ekonomi dari wali murid. “Tadinya mau disuruh pakai toga, tetapi nggak jadi, akhirnya pakai pakaian tradisional untuk kelulusan di awal bulan Juni 2025,” ujarnya.
Dari informasi yang Mawar peroleh setiap sekolah nominalnya berbeda-beda tergantung kebijakan masing-masing sekolah. Seperti ada yang mengadakan acara di sekolah, hingga menyewa hotel untuk acara kelulusan. “Itu ada SMK negeri di salah satu hotel biayanya paling cuman 400 ribu, ada juga SMP yang 600 ribu,” kata dia.
Sementara itu, salah satu wali murid yang juga enggan disebutkan namanya mengaku kurang setuju dengan adanya kegiatan kelulusan yang diharuskan untuk menggelar acara semegah mungkin. Sebab, menurutnya itu hanya menghambur-hamburkan uang.
“Kan nanti kita harus mempersiapkan lagi ketika anak kita mau masuk SMA apa SMK, duit lagi. Kasihan wali murid yang memang ekonominya kurang bagus untuk mengikuti acara itu. Kalau tidak mengikuti, kasihan anaknya karena banyak yang ikut,” ujarnya.