SERAYUNEWS- Definda Eka Riris Wulandari, mahasiswa UIN Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto ini, lulus kuliah dengan predikat Cumlaude.
Riris merupakan mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling Islam (BKI) Fakultas Dakwah. Bersama 494 wisudawan/wisudawati lain, dia mengikuti wisuda sarjana ke 61 di Auditorium UIN Saizu Purwokerto, Selasa (28/5/2024).
Tak ada yang membedakan Riris dengan wisudawati lain, selain predikat cumlaude dan gangguan pendengarannya.
Yup, Riris merupakan wisudawan Disabilitas Tunarungu. Tapi dengan keterbatasannya, mahasiswi Prodi BKI Angkatan 2020 ini berhasil menyelesaikan studinya tepat 8 semester.
Tidak hanya itu, dia juga memperoleh predikat Cumlaude atau Lulus Dengan Pujian karena mengoleksi indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,65.
Riris telah membuktikan, perjuangannya selama hampir empat tahun itu berbuah manis. Perjuangannya selama kuliah, tidak terlepas dari berbagai tantangan dan hambatan.
Dia harus menyesuaikan dan beradaptasi di lingkungan yang masih belum mendukung akomodasi dan kebutuhan akan akses bagi mahasiwi tuli sepertinya.
Saat pembelajaran di kelas, dia menggunakan aplikasi transkripsi instan untuk menyimak penjelasan dosen. Selama bergaul dengan teman-temannya, dia juga mengandalkan sisa pendengaran dan membaca gerakan bibir.
“Dalam menyimak penjelasan dosen, saya pakai aplikasi transkripsi instan. Walaupun terkadang tidak akurat tapi sangat membantu,” ungkap Riris dalam keterangannya, Jumat (31/5/2024).
Awalnya Riris menutup diri dan tidak terbuka dengan identitasnya. Alasannya merasa malu serta takut dengan stigma beberapa orang di kampus.
Namun pada akhirnya saat menginjak semester tiga November 2021 silam, Riris mengikuti Workshop Jurnalistik Inklusif di Serang, Purbalingga.
Niat awal mendalami ilmu jurnalistik, justru membawanya berkenalan dengan teman tuli secara langsung. Dari teman tuli, Riris belajar banyak dan mengembangkan kemampuannya mengenai Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dan budaya tuli.
Setelah bertemu teman tuli, kepercayaan dirinya semakin bertambah. Dia menjadi terbuka dengan teman dan dosennya.
Saat di kelas yang semula tidak nyaman untuk sekadar melihat catatan teman, akhirnya menjadi berani untuk bertanya.
Teman-teman Riris jadi lebih menyesuaikan, setelah dia terbuka. Bahkan menurut penuturannya, apabila dosen mendikte maka teman kelas secara gamblang menawarkan catatannya untuk dia lihat.
Saat ini, Riris aktif berorganisasi di Komunitas Batir Isyarat Banjoemas di Purwokerto. Bersama teman tuli lainnya, dia aktif dalam beberapa kegiatan advokasi. Salah satunya adalah dalam program BIB Goes To School di SLB B Yakut Purwokerto.
Kegiatan dari komunitas BIB tersebut, sebagai gerakan dan upaya untuk mewujudkan Kabupaten Banyumas yang inklusif. Tak hanya itu, dia juga bergabung dengan Yayasan Difapedia Indonesia Inklusif sejak 2023 lalu.
Dalam Yayasan tersebut, Riris sudah banyak terlibat di beberapa kegiatan, salah satunya Workshop Literasi Digital Inklusi di Pendopo Purbalingga. Keterlibatannya dalam berbagai organisasi dan kegiatan, tidak terlepas dari peran dan dukungan orangtua. Motivasi terbesarnya adalah ibunya.
Di akhir masa studinya pada semester 8, Riris mengikuti Sertifikasi Kompetensi skema Trainer di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) UIN Saizu Purwokerto. Dia mendapatkan sertifikat dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Dalam sertifikasi tersebut, dia harus menyusun modul pelatihan dan merancang materi pelatihan serta melakukan praktek uji kompetensi. Topik dari modul tersebut, kemudian dia ajukan untuk lomba.
Riris akhirnya berhasil meraih Juara 2 tingkat nasional, kategori literasi training islami pada Mei 2024 lalu.
Keberhasilan Riris sebagai mahasiswa disabilitas ini, menjadi bukti bahwa keterbatasan fisik juga memiliki potensi yang luar biasa. Namun kurangnya kesadaran dan perhatian dari stakeholder terkait, dapat berdampak pada ketidaksetaraan hak disabilitas mengakses pendidikan dengan baik.