
SERAYUNEWS – Perayaan World Angklung Day 2025 di Mills Theater, San Francisco, menjadi ajang penting bagi Indonesia dalam memupuk diplomasi budaya. Acara yang digelar oleh Indonesia Lighthouse bersama Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) San Francisco ini dirancang untuk memperingati 15 tahun sejak angklung resmi masuk sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Namun, perayaan tahun ini tampil jauh lebih inovatif dibanding tahun-tahun sebelumnya berkat sentuhan teknologi kecerdasan buatan.
Sejak awal acara, ratusan tamu yang memenuhi auditorium disuguhi pengalaman budaya yang memadukan tradisi, kreativitas, dan kecanggihan teknologi. Para pejabat penting turut hadir, termasuk Walikota Millbrae Andres Fung, Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Prof. Dr. Ir. Dwisuryo Indroyono Soesilo, serta Yohpy Ichsan Wardana selaku Konsul Jenderal RI di San Francisco.
Sorotan acara tertuju pada peluncuran Angklung Indonesia Note, aplikasi berbasis AI yang dikembangkan oleh Utara by GITS.id. Aplikasi ini menghadirkan pengalaman baru dalam memainkan angklung—setiap pengunjung dapat menghasilkan suara angklung langsung melalui smartphone mereka.
Inovasi ini membuat suasana Mills Theater berubah menjadi harmoni besar yang dimainkan oleh perpaduan antara angklung tradisional dan instrumen digital. Penonton yang tidak membawa angklung fisik tetap dapat ikut bermain, menghasilkan gegap gempita yang menyatukan teknologi dan budaya dalam satu kesatuan ritmis.
Ari Sufiati, Co-Founder Indonesia Lighthouse, menegaskan bahwa keberhasilan acara ini menjadi bukti bahwa tradisi justru dapat diperpanjang usianya melalui inovasi. “Hari ini kita menyaksikan bagaimana teknologi tidak menggantikan tradisi, tetapi memperpanjang umurnya,” ujar Ari.
Ia mengingatkan kembali momen pengakuan UNESCO sebagai titik awal transformasi ini. “Lima belas tahun lalu, UNESCO mengakui angklung sebagai warisan dunia. Kini, melalui inovasi digital, jutaan orang di seluruh dunia dapat mengalami keindahan angklung tanpa batas geografis.”
Salah satu penampilan yang menyita perhatian publik adalah pertunjukan dari Manshur Angklung, maestro yang dikenal karena pendekatan modernnya dalam memainkan angklung seperti instrumen piano. Manshur, alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, telah lama memperkenalkan cara baru dalam memainkan angklung agar lebih adaptif terhadap berbagai genre kontemporer.
Penampilannya di San Francisco menjadi bukti bahwa angklung bukan hanya alat musik tradisional, tetapi juga instrumen yang dapat berkembang mengikuti zaman dan diterima berbagai kalangan internasional.
Di balik aplikasi AI yang diluncurkan, terdapat visi besar dari tim Utara by GITS.id. Aplikasi Angklung Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai simulator, tetapi dirancang sebagai platform edukasi yang memungkinkan penggunanya mempelajari angklung secara mandiri.
Ray Rizaldy, perwakilan Utara by GITS.id, menyampaikan bahwa proyek ini lahir dari semangat untuk menggabungkan teknologi dan pelestarian budaya. “Ini adalah contoh sempurna dari preservation through innovation,” ujarnya. “Kami percaya bahwa teknologi dapat menjadi kendaraan untuk memperpanjang umur tradisi, membuatnya accessible, engaging, dan sustainable untuk masa depan.”
Pengakuan angklung sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity oleh UNESCO pada 2010 menjadi fondasi kuat bagi upaya pelestarian budaya ini. Lima belas tahun setelah pengakuan tersebut, World Angklung Day 2025 menunjukkan bagaimana kolaborasi antara diaspora Indonesia, pemerintah, dan inovator teknologi dapat menjaga relevansi budaya di tengah perkembangan zaman.
Di San Francisco, acara ini memperlihatkan bagaimana komunitas global turut berpartisipasi dalam menghidupkan tradisi. Kolaborasi Indonesia Lighthouse, KJRI San Francisco, dan Utara by GITS.id menunjukkan bahwa angklung kini tidak hanya dipertahankan dalam bentuk aslinya, tetapi juga ditransformasikan untuk menjangkau generasi digital.
World Angklung Day 2025 bukan sekadar perayaan ulang tahun, melainkan deklarasi bahwa budaya Indonesia mampu beradaptasi dan berinovasi. Kehadiran teknologi AI tidak menghapus nilai tradisi, tetapi justru memperluas ruang hidupnya.
Dari Mills Theater di San Francisco, pesan penting tersampaikan: angklung akan terus berbunyi, tak hanya melalui bambu, tetapi juga melalui layar-layar digital yang menghubungkan dunia.***