SERAYUNEWS– Anggota DPR RI, Gamal Albinsaid menyoroti masalah kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam sektor pendidikan. Pendidikan di Indonesia saat ini masuk dalam kategori kritis, dengan hasil berbagai penilaian menunjukkan capaian yang jauh dari harapan.
Dia menilai pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan Indonesia untuk segera dilakukan. Salah satu indikasi seriusnya masalah pendidikan ini terlihat pada hasil Program for International Student Assessment (PISA) 2022.
Menurutnya, Indonesia menempati peringkat 69 dari 81 negara, dengan skor membaca, matematika, dan sains yang berada di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). “Capaian nilai PISA kita tertinggal jauh dari rata-rata negara OECD dan ASEAN,” ujarnya di laman DPR, Jumat (18/10/2024).
Dia menjelaskan, untuk skor membaca di Indonesia 356 poin, di bawah target RPJMN 392 poin. Skor matematika 366 poin, sementara target RPJMN 392 poin. Sains kita 383 poin, di bawah target RPJMN 402 poin. Skor PISA 2022 merupakan yang terendah sepanjang sejarah Indonesia mengikuti program penilaian internasional ini, yang diinisiasi oleh OECD.
Gamal juga menyoroti krisis literasi di Indonesia. Data UNESCO menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, hanya 1 dari 1.000 orang yang rajin membaca. Sementara itu, penelitian dari World’s Most Literate Nation Ranking menempatkan Indonesia di posisi ke-60 dari 61 negara untuk minat baca.
“Outcome pendidikan kita belum optimal yang diukur dari berbagai hasil assessment pendidikan,” kata Gamal.
Hal ini juga berlaku pada kemampuan numerasi. Berbagai penilaian menunjukkan stagnasi dan lambatnya peningkatan kemampuan numerasi siswa. Ia mencontohkan hasil tes Indonesia Family Life Survey (IFLS) yang menunjukkan bahwa kenaikan jenjang pendidikan tidak sejalan dengan peningkatan kemampuan numerasi yang signifikan.
“Anak kelas 1 mendapatkan skor 26,5% dalam tes perhitungan dasar, sementara anak kelas 12 hanya 38,7%, jadi peningkatannya hanya sekitar 12 persen dalam 12 tahun,” terangnya.
Evaluasi Sistem Pendidikan Mendesak
Gamal menegaskan perlunya evaluasi sistem pendidikan Indonesia. Dari berbagai data tersebut, ia menyimpulkan bahwa penambahan jenjang pendidikan belum berbanding lurus dengan peningkatan kemampuan literasi dan numerasi siswa. “Kita harus memprioritaskan literasi dan numerasi sebagai orientasi pembelajaran,” tambahnya.
Ia juga mengakui bahwa Indonesia telah berhasil meningkatkan akses pendidikan dengan anggaran yang cukup besar. Namun, langkah selanjutnya adalah meningkatkan kualitas pembelajaran.
“Setelah kami pelajari, anggaran yang besar itu berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah. Yang perlu kita lakukan berikutnya adalah meningkatkan kualitas proses belajar mengajar untuk menghasilkan output pendidikan yang lebih baik.”
Dengan anggaran pendidikan yang mencapai Rp 665 triliun, Gamal percaya bahwa Indonesia seharusnya mampu mempercepat peningkatan kualitas pendidikan.
“Dengan spending anggaran sebesar itu, kita seharusnya mampu melakukan akselerasi peningkatan indikator kinerja pendidikan,” pungkas Gamal, yang juga merupakan Legislator dari Dapil Jawa Timur V.