SERAYUNEWS- Bulan Suro, atau yang juga dikenal sebagai Muharram dalam kalender Hijriah, sering kali diselimuti berbagai mitos dan kepercayaan, terutama di kalangan masyarakat Jawa.
Banyak yang percaya bahwa selama bulan ini, sebaiknya seseorang tidak melakukan perjalanan jauh, tidak menggelar hajatan, atau bahkan tidak keluar rumah sembarangan.
Namun, benarkah selama bulan Suro kita tidak boleh pergi? Mari kita bahas secara lebih mendalam.
Dalam budaya Jawa, bulan Suro dianggap sebagai bulan keramat yang penuh dengan aura mistis.
Hal ini tidak lepas dari pengaruh sejarah dan kepercayaan spiritual Jawa yang sangat kental, seperti tradisi tapa brata, nyepi Suro, dan ritual malam satu Suro.
Banyak orang tua zaman dahulu yang melarang anak-anaknya bepergian jauh pada bulan ini karena dianggap rawan musibah, gangguan makhluk halus, atau nasib buruk.
Larangan ini pada dasarnya tidak memiliki dasar agama yang kuat, melainkan lebih kepada tradisi dan kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun.
Masyarakat Jawa meyakini bahwa bulan Suro adalah saat di mana alam gaib sedang “berkumpul”, sehingga lebih baik jika seseorang menjaga diri dengan tidak bepergian.
Dalam Islam sendiri, bulan Muharram justru termasuk bulan mulia. Rasulullah SAW menyebutnya sebagai salah satu dari empat bulan haram, di mana umat Islam dianjurkan memperbanyak amal kebaikan dan menjauhi kemaksiatan.
Bahkan, puasa Asyura yang dilakukan pada tanggal 10 Muharram memiliki keutamaan besar.
Islam tidak melarang seseorang bepergian pada bulan Muharram (Suro). Selama niat dan tujuan perjalanan itu baik, serta tetap menjaga keselamatan dan ibadah, maka tidak ada larangan untuk pergi ke mana pun.
Jadi, jika ditanya apakah boleh pergi di bulan Suro? Jawabannya adalah boleh, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan memperhatikan keselamatan.
Meski demikian, sebagian masyarakat tetap memilih untuk tidak pergi jauh atau menunda acara penting seperti pernikahan pada bulan Suro sebagai bentuk ikhtiar atau penghormatan terhadap tradisi leluhur.
Ini bukan berarti mereka sepenuhnya percaya mitos, tetapi lebih pada menjaga harmoni budaya yang telah mengakar.
Dalam praktiknya, tidak sedikit juga masyarakat modern yang sudah mulai meninggalkan larangan ini, apalagi dengan mobilitas zaman sekarang yang menuntut fleksibilitas.
Intinya, semuanya kembali kepada keyakinan pribadi. Jika merasa tenang untuk bepergian di bulan Suro, silakan saja. Namun, jika masih merasa khawatir atau ragu karena pengaruh tradisi, tidak ada salahnya untuk menundanya.
Kesimpulan
Bulan Suro atau Muharram secara agama tidak melarang siapa pun untuk pergi atau melakukan perjalanan.
Larangan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh kepercayaan lokal dan budaya Jawa. Jika dilihat dari sisi Islam, bulan ini justru penuh keberkahan. Jadi, bolehkah pergi di bulan Suro?
Jawabannya: boleh, selama disertai niat baik, persiapan matang, dan tetap berdoa memohon perlindungan kepada Allah SWT.***