SERAYUNEWS – Ketika Paus Fransiskus wafat pada Senin, 21 April 2025, dunia Katolik dan umat manusia secara umum merasakan kehilangan besar.
Sebagai seorang pemimpin gereja yang dikenal dengan sikap rendah hati dan kecintaannya terhadap perdamaian, kepergiannya mengundang ungkapan belasungkawa dari berbagai penjuru dunia.
Salah satu ungkapan yang banyak digunakan adalah frasa Latin, “Requiescat in Pace et Vivat ad Aeternam”.
Mungkin Anda sering melihat ungkapan ini dalam berbagai postingan media sosial atau pernyataan-pernyataan resmi, namun apa sebenarnya makna mendalam dari frasa ini?
Setelah Paus Fransiskus meninggal dunia, banyak tokoh publik dan masyarakat yang menggunakan ungkapan ini sebagai bentuk penghormatan.
Bahkan, doa untuk Paus yang telah memimpin Gereja Katolik selama lebih dari satu dekade.
Dengan latar belakang pengabdian beliau terhadap perdamaian dunia, pengungkapan ini terasa sangat tepat untuk menggambarkan harapan akan perjalanan rohani beliau di kehidupan setelah mati.
Ungkapan tersebut juga sering digunakan sebagai tanda hormat dan kasih sayang kepada seorang pemimpin atau figur yang telah memberikan pengaruh besar.
Ini bukan hanya sekadar ungkapan formal, tetapi juga sebuah refleksi dari penghargaan mendalam terhadap seseorang yang telah meninggalkan jejak positif dalam kehidupan banyak orang.
Frasa “Requiescat in Pace” secara harfiah berarti “Semoga ia beristirahat dalam damai”. Kalimat ini sangat sering digunakan dalam ucapan belasungkawa.
Khususnya di kalangan umat Katolik, dan bisa ditemukan dalam berbagai bentuk peringatan atau nisan.
Meskipun kita sering mendengar “RIP” (Rest in Peace), terjemahan penuh dari ungkapan ini adalah “Requiescat in Pace”.
Sementara itu, “Vivat ad Aeternam” berarti “Semoga ia hidup selamanya” atau “Semoga ia mendapatkan kehidupan kekal”.
Frasa ini menggambarkan harapan agar mereka yang telah berpulang akan menerima kebahagiaan dan kedamaian abadi dalam kehidupan setelah mati, sesuai ajaran Kristen yang mengutamakan kehidupan abadi di surga.
Gabungan dari kedua frasa ini, “Requiescat in Pace et Vivat ad Aeternam”, memiliki makna yang sangat kuat dan mendalam.
Ini adalah doa agar jiwa yang telah meninggal mendapat kedamaian di alam yang kekal, serta menikmati kehidupan yang tak berujung di sisi Tuhan.
Walaupun frasa ini sering muncul dalam konteks kematian, makna yang terkandung dalamnya sangat relevan dalam kehidupan spiritual setiap orang.
“Requiescat in Pace et Vivat ad Aeternam” mengingatkan kita bahwa kehidupan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah perjalanan yang berlanjut di dunia spiritual.
Sebagai umat beragama, ungkapan ini memberi kita kekuatan untuk menerima kenyataan bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan.
Lebih dari itu, frasa ini mengingatkan kita untuk hidup dengan penuh harapan akan kehidupan yang lebih baik dan kekal setelah mati, yang merupakan inti dari banyak ajaran agama.
Penggunaan bahasa Latin dalam ungkapan ini memberikan kesan kesakralan dan kedalaman.
Bahasa Latin sendiri memiliki kekuatan spiritual yang mendalam, digunakan selama berabad-abad dalam liturgi Gereja Katolik.
Oleh karena itu, ungkapan seperti “Requiescat in Pace et Vivat ad Aeternam” bukan hanya sekadar doa atau ucapan, tetapi juga sebuah simbol yang menghubungkan kita dengan tradisi gereja yang panjang.
Bagi sebagian orang, menggunakan bahasa Latin dalam menyampaikan doa memberikan rasa kedekatan dengan tradisi gereja yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.
Ini adalah cara untuk menghormati mereka yang telah mendahului kita, serta berdoa agar mereka mendapatkan tempat yang damai di sisi Tuhan.
Penutupan
Wafatnya Paus Fransiskus mengingatkan kita pada pentingnya merenungkan kehidupan, kematian, dan harapan akan kehidupan setelah mati.
“Requiescat in Pace et Vivat ad Aeternam” menjadi lebih dari sekadar kata-kata, tetapi sebuah doa yang penuh makna, yang mencerminkan rasa hormat dan harapan bagi mereka yang telah berpulang.
Semoga Paus Fransiskus beristirahat dalam damai dan mendapatkan kehidupan kekal di sisi Tuhan.***