SERAYUNEWS- Pilkada serentak 2024 berlangsung di 545 daerah yang terdiri dari 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.
Dari jumlah tersebut menurut Pelaksana tugas Ketua KPU Mochammad Afifuddin, terdapat
43 pasangan calon (paslon) tunggal yang melawan kotak kosong.
Jumlah tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Pencalonan (Silon) yang terhitung hingga Jumat (30/8/2024) pukul 23.59 WIB.
Jumlah tersebut awalnya 48, karena terdapat kendala dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon), kini menjadi 43 wilayah.
“Karena terkendala jaringan maka masih belum selesai di upload ke Silon. Terima kasih,” kata Anggota KPU Idham Holik (30/8/2024).
Kotak kosong bukan berarti kotak suara yang kosong, melainkan munculnya calon tunggal yang tidak memiliki saingan sehingga surat suara posisi lawan dalam bentuk kotak kosong.
Adanya calon tunggal tidak lantas membuat calon tunggal tersebut serta merta secara aklamasi menjadi kepala daerah.
Merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, di mana calon tunggal menang jika memperoleh 50 persen dari total suara sah.
Jika pasangan calon tunggal kalah melawan kotak kosong di Pilkada 2024, daerah tersebut akan dipimpin oleh Penjabat (Pj) sementara.
“Kalau sekiranya pasangan calon tunggal tidak memenuhi syarat ketentuan untuk dinyatakan terpilih yaitu dengan ketentuan memperoleh suara sah lebih dari 50 persen, ternyata tidak melampaui batas ketentuan tersebut sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 D UU 10/2016, maka akan diadakan pemilihan pada pemilihan selanjutnya. Kapan pemilihan selanjutnya? Yaitu 2029,” kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (30/8/2024).
“Selama periode pemerintahan pasca Pilkada tahun 2024 ini akan dipimpin oleh penjabat sementara karena penyelenggaraan pilkada 5 tahun selanjutnya diatur di dalam pasal 3 UU 8/2015,” tambahnya.
Idham juga menyampaikan pihaknya tidak melarang masyarakat yang ingin mengkampanyekan kotak kosong di Pilkada. Namun, Idham mengatakan masyarakat tidak boleh menghasut agar tidak menggunakan hak suara.
“Yang dilarang itu, menghasut orang untuk tidak memilih. Menghasut orang untuk tidak menggunakan hak suaranya, itu yang dilarang oleh UU,” ujarnya.***(Kalingga Zaman)