SERAYUNEWS- Perang sarung kerap menjadi fenomena tahunan di berbagai daerah di Indonesia, terutama saat Bulan Suci Ramadan.
Meski awalnya merupakan bentuk permainan atau tradisi, aksi ini kini kerap berujung pada tindak kekerasan.
Lantas, bagaimana sejarah perang sarung dan mengapa praktik ini dilarang saat Ramadan?
Perang sarung berakar dari tradisi permainan anak-anak dan remaja laki-laki kala itu.
Dahulu, anak-anak menggunakan gulungan sarung yang ujungnya terikat untuk bermain adu kekuatan.
Permainan ini bertujuan melatih ketangkasan dan solidaritas antar-anak atau remaja. Namun, seiring waktu, perang sarung mengalami pergeseran makna.
Jika dulu hanya sekadar permainan, kini berubah menjadi ajang tawuran antarkelompok.
Bahkan, dalam beberapa kasus, sarung tidak sekadar gulungan sarung, tetapi berisi dengan benda keras seperti batu atau kayu agar lebih menyakitkan lawan.
Bulan Ramadan adalah waktu untuk meningkatkan ibadah, memperkuat spiritualitas, dan menahan diri dari perbuatan buruk.
Perang sarung, yang sering kali berujung pada kekerasan, bertentangan dengan nilai-nilai Ramadan.
Berikut beberapa alasan utama pelarangan perang sarung.
1. Menimbulkan Kekerasan
Apa yang awalnya hanya permainan bisa berakhir dengan perkelahian serius. Tidak jarang perang sarung berubah menjadi tawuran, mengakibatkan cedera bahkan korban jiwa.
2. Mengganggu Ketertiban Umum
Aksi perang sarung sering terjadi di jalan raya atau tempat umum, mengganggu ketertiban dan meresahkan masyarakat.
2. Melanggar Nilai-Nilai Keislaman
Ramadan adalah bulan untuk memperbanyak ibadah, bukan mencari keributan. Islam mengajarkan perdamaian dan menghindari permusuhan.
4. Berpotensi Memicu Konflik Antarkelompok
Perang sarung yang awalnya merupakan hiburan bisa berkembang menjadi dendam antar-kelompok, memicu konflik berkepanjangan.
Pemerintah dan pihak kepolisian sering kali menggelar patroli untuk mencegah perang sarung. Beberapa daerah menerapkan sanksi tegas bagi pelaku.
Selain itu, peran orang tua dan tokoh agama sangat penting dalam mengedukasi anak-anak dan remaja agar menghindari aktivitas berbahaya ini.
Sebagai alternatif, kegiatan positif seperti tadarus Al-Qur’an, olahraga sunnah, atau lomba keislaman bisa menjadi solusi agar energi anak muda tetap tersalurkan tanpa kekerasan.
Kesimpulan
Perang sarung memiliki akar sejarah dalam tradisi santri, tetapi kini berubah menjadi fenomena yang membahayakan.
Larangan perang sarung saat Ramadan bertujuan menjaga ketertiban, menghindari kekerasan, dan menegakkan nilai-nilai Islam. Sebagai generasi muda, sebaiknya kita mengisi bulan suci dengan kegiatan yang lebih bermanfaat.