Belanda menjadi pihak yang telah ikut meramaikan Banyumas. Sebelumnya, daerah Banyumas adalah daerah yang terisolasi. Sekadar diketahui, sampai awal abad 19, Banyumas masih berada dalam kuasa Keraton Surakarta. Namun, selesainya Perang Diponegoro 1830, cerita mulai berubah.
Kemenangan Belanda atas Diponegoro ternyata berimbas pada terkurasnya kas negara. Perang Diponegoro telah membuat keuangan Belanda morat-marit. Belanda kemudian meminta jatah pada Keraton Surakarta. Dalihnya, kemenangan Belanda atas Diponegoro telah ikut menyelamatkan Surakarta dari pemberontakan. Karena itu, Surakarta menyerahkan Banyumas ke Belanda.
Di masa itu, saat menjadi bagian Surakarta, Banyumas dikenal sebagai daerah yang terisolasi. Pasalnya, diimpit beberapa bukit, pegunungan, dan sungai yang tak bersahabat. Jalan pun masih terbatas untuk urusan militer, bukan untuk urusan ekonomi.
Belanda kemudian mengubah Banyumas. Belanda melakukan eksploitasi pada Banyumas agar bisa menghasilkan. Tanam Paksa, sistem yang diinisiasi Van den Bosch juga ikut membuat Banyumas berubah. Para petani Banyumas dipaksa menanam komoditas ekspor, seperti gula, kopi, dan beberapa tanaman lain.
Ketika perkebunan bergeliat, maka membutuhkan transportasi yang memadai. Jalanan pun dipermak, dibangun untuk memudahkan transportasi. Ada juga pabrik gula seperti di Kalibagor, yang makin menggeliatkan perekonomian. Ketika Belanda memutuskan pembukaan modal swasta asing pada 1870, geliat Banyumas makin terlihat. Bahkan di akhir abad 19, sudah ada kereta uap jarak dekat untuk transportasi.
Potret Banyumas di masa itu sangat berbeda dengan Banyumas di abad 18. Di abad 18 atau tahun 1700-an, dari peta lama Belanda, dapat dilihat bagaimana wilayah Banyumas sangat minim adanya jalan. Banyumas menjadi daerah yang terisolasi.
Namun, setelah aneksasi Belanda, Banyumas bergeliat. Ada jalan yang dibangun sampai ke Klampok, Manidraja, Purwanegara. Ketiga tempat itu kini masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara. Ada juga jalan yang menuju Sigaluh dan Wonosobo. Ada beberapa jalan lain yang dibuat di masa itu.
Referensi:
Purnawan Basundoro, Dinamika Pengangkutan di Banyumas pada Era Modernisasi Transportasi pada Awal Abad ke 20
Purnawan Basundoro, Arkeologi Transportasi: Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Karesidenan Banyumas 1830-1940-an