SERAYUNEWS – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang akan diberlakukan mulai Januari 2025, telah menjadi isu hangat di tengah masyarakat.
Kebijakan ini adalah implementasi dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang bertujuan meningkatkan pendapatan negara untuk mendukung pembangunan nasional.
Namun, dampaknya terhadap masyarakat dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi topik perdebatan yang tidak bisa diabaikan.
PPN merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara. Dengan meningkatkan tarifnya, pemerintah berharap dapat memperkuat stabilitas fiskal sekaligus mendukung program prioritas seperti pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
Meski demikian, langkah ini dilakukan di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, sehingga menimbulkan kekhawatiran baru di masyarakat.
1. Beras premium
2. Buah-buahan premium
3. Daging premium, seperti wagyu dan kobe
4. Ikan premium, seperti salmon dan tuna premium
5. Udang dan crustacea premium, seperti king crab
6. Jasa pendidikan premium, seperti layanan pendidikan mahal dan berstandar internasional
7. Jasa pelayanan kesehatan medis premium atau VIP
8. Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500 hingga 6.600 VA.
-Petisi dan Protes:
Gelombang petisi online telah bermunculan, menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan ini. Banyak pihak menilai bahwa kenaikan PPN hanya akan memperburuk kondisi masyarakat kecil.
-Aksi Demonstrasi:
Mahasiswa, pekerja, dan pelaku UMKM di berbagai daerah telah melakukan aksi unjuk rasa, menyerukan pembatalan atau penundaan penerapan kebijakan ini.
Untuk meminimalkan dampak buruk dari kebijakan ini, beberapa rekomendasi strategis dapat dipertimbangkan:
Kenaikan PPN menjadi 12% adalah langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara, namun menuntut upaya lebih dari pemerintah dalam mengelola dampaknya.
***