
SERAYUNEWS – Benarkah mobil barang bukti bisa dipakai? Pertanyaan tersebut muncul usai ada mobil diduga barang bukti dipakai ke mal.
Pasalnya, media sosial kembali diramaikan oleh video yang merekam perdebatan antara seorang pria berkemeja hitam dengan kelompok yang disebut sebagai debt collector.
Dalam video tersebut, pria itu tampak mengendarai sebuah mobil hitam yang disebut sebagai barang bukti sitaan polisi. Ketegangan terjadi ketika beberapa orang hendak memeriksa mobil tersebut.
Situasi semakin menarik karena pengemudi mengaku sebagai keluarga polisi dan menyebut memiliki surat izin untuk meminjam mobil tersebut dari pihak kepolisian.
Dalam rekaman itu, terdengar beberapa pernyataan dari insiden tersebut.
“Mau meriksa mau apa aja di rumah aja bisa,” kata salah seorang petugas keamanan mal.
“Enggak apa-apa pak,” jawab si pria berkemeja hitam.
Sambil merekam dengan ponsel, pria itu mengaku membawa surat dari kepolisian yang mengizinkan keluarganya meminjam mobil tersebut.
Ia bahkan menyebut bahwa ayahnya merupakan anggota Propam Polda Metro Jaya.
Ketika seseorang menyebut bahwa itu adalah barang bukti, pria tersebut merespons.
“Ini BB Polsek ini ada BB-nya (ada surat) ada, ada suratnya BB surat pinjam BB-nya dipinjam oleh bapak saya. Bapak saya Propam di Polda Metro,” katanya.
Dalam video, beberapa orang juga meminta untuk memeriksa kendaraan tersebut. Mereka juga mengatakan hanya mau konfirmasi.
“Kami kan cuman mau konfirmasi aja. Kita mau periksa nggak salah dong,” terangnya.
Namun pria itu menolak pemeriksaan lebih lanjut dengan mengatakan boleh konfirmasi, namun tidak perlu mengecek.
“Yaudah, oke silahkan konfirmasi tapi kan nggak usah ngecek-ngecek juga,” ujarnya.
Perdebatan berlanjut, hingga pihak lain mempertanyakan informasi pemeriksaan kendaraan:
“Anak buah abang yang ngecek, bukan abang. Abang dapat info darimana kalau gitu? Kalau nggak ada yang ngecek bang? Artinya jangan banyak ngelak, ngelaknya nggak ngecek.”
Insiden itu pun memunculkan pertanyaan besar: Benarkah mobil barang bukti boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, apalagi untuk jalan-jalan? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat aturan hukumnya.
Pada dasarnya, barang bukti (BB) tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi dalam bentuk apa pun.
Aturan ini sangat jelas disebut dalam KUHAP, UU Kepolisian, serta Peraturan Kapolri mengenai pengelolaan barang bukti.
Berikut penjelasan lengkapnya.
1. Dasar Hukum Pengelolaan Barang Bukti
Pengelolaan barang bukti diatur oleh beberapa ketentuan penting:
Semua aturan ini menegaskan posisi hukum barang bukti sebagai objek yang harus dijaga, disimpan, dan tidak boleh dipakai sembarangan.
2. Apa Saja yang Masuk Dalam Kategori Barang Bukti?
Barang bukti bisa berupa:
Jadi, sebuah mobil bisa menjadi barang bukti jika terkait langsung dengan suatu perkara.
3. Penyitaan Barang Bukti Harus melalui Prosedur Resmi
a. Wajib ada izin pengadilan
Polisi harus mengajukan izin penyitaan ke Ketua Pengadilan Negeri.
Pengecualian hanya berlaku untuk keadaan mendesak seperti:
b. Wajib ada Berita Acara Penyitaan
Penyitaan harus dibuatkan dokumen resmi dan ditandatangani penyidik, serta pemilik barang bila memungkinkan.
4. Tanggung Jawab Polisi Setelah Menyita Barang
Polisi wajib:
Tidak ada satu pun aturan yang membolehkan peminjaman barang bukti, apalagi untuk kepentingan keluarga anggota polisi.
5. Nasib Barang Bukti Ketika Perkara Selesai
Setelah putusan inkracht, barang bukti dapat:
a. Dikembalikan
Jika barang bukan hasil kejahatan atau bukan barang berbahaya.
b. Dirampas untuk negara
Bisa dilelang melalui KPKNL atau dimusnahkan, tergantung jenis barangnya.
c. Dimusnahkan
Untuk barang yang berbahaya atau tidak memiliki nilai ekonomis.
6. Pengawasan Barang Bukti
Pengelolaan barang bukti diawasi oleh:
Jika terjadi penyalahgunaan, laporan bisa diajukan kepada Propam.
7. Sanksi Penyalahgunaan Barang Bukti
Jika terjadi penyalahgunaan, aparat bisa dikenai:
Jawabannya: Tidak boleh. Tidak ada dasar hukum yang membenarkan peminjaman barang bukti.
Barang bukti adalah objek yang statusnya “dititipkan” dalam proses hukum.
Menggunakannya sama saja dengan melanggar aturan penyimpanan dan berpotensi menghilangkan nilai pembuktian.
Kasus viral di Bogor itu, apa pun versi ceritanya, memperlihatkan pentingnya transparansi pengelolaan barang bukti oleh aparat.***