Ketua Katasapa Purbalingga, Ryan Rachman mengatakan, pentas tersebut merupakan rangkaian dari workshop teater yang digelar Katasapa melalui Program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) Dirjen Kebudyaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI Tahun 2020.
“Ini pentas pertama, masih ada empat pementasan lagi,” kata Ryan, Rabu (25/11/2020).
Disampaikan, bahwa peserta yang berjumlah 40 orang ini dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok akan tampil dengan judul yang berbeda. Cerita yang dipilih merupakan legenda lokal yang berkembang di Purbalingga.
“Pentas dibawakan menggunakan bahasa Jawa dialek Banyumasan sebagai bentuk pelestarian dan pengenalan budaya kepada generasi muda,” katanya.
Dijelaskan, bahwa setelah mengikuti workshop para peserta membuat naskah. Disutradarai mereka juga dan dipentaskan. Sehingga, harapannya para peserta bisa menguasai semua bidangnya dalam teater.
“Buat naskah sendiri, sutradara mereka, dan pentas juga mereka, satu kelompok itu,” katanya.
Diceritakan, bahwa lakon berjudul “Watu Lawang” karya dan sutradara Suparyadi, berkisah tentang Adipati Tangkisan yang akan menyunati anaknya, namun dia malu karena pendapa yang sempit dan jelek. Dia lalu pergi ke tempat kakaknya, Adipati Pekuncen untuk meminjam pendapanya yang bagus dan megah. Namun begitu pulang dari tempat kakaknya, dia lupa meminjam.
Akhirnya, Adipati Tangkisan meminta bantuan makhluk halus untuk memindah pendapa itu. Pesta sunatan pun berjalan dengan meriah. Usai pesta, pendapa pun dikembalikan lagi, namun salah satu pintunya terjatuh. Adipati Pekuncen yang baru tiba di rumah pun dibuat geger ketika mendapati pintu pendapa hilang.
Sementara itu, Kepala Desa Karangtalun, Heru Catur Wibowo memberikan apresiasi yang berkenan pentas di Karangtalun. Pihaknya sangat terbuka bila ada kelompok kesenian pentas di tempatnya. Dia berharap masyarakat Karangtalun bisa bersama-sama melestarikan seni budaya tradisi.
“Ada tiga kesenian yang regenerasi, genjring, kothekan dan kuda kepang. Bisa dikonsumsi masyarakat di era sekarang,” katanya.
Dengan adanya pementasan dari Katasapa tersebut, dia berharap bisa menjadi ajang belajar bagi warganya tentang seni pertunjukan teater. Dimulai dari melihat, bediskusi dan nantinya akan muncuk kelompok seni peran di desanya.
Pementasan malam tersebut dilaksanakan secara terbatas dan hanya disaksikan tak lebih dari 40 penonton dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Misbar Purbalingga. Panitia menerapkan protokol kesehatan yang ketat, penonton terlebih dulu mencuci tangan dengan sabun, dicek suhu badan dan wajib mengenakan masker.