Kondisi lahan pertanian di Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas yang alami kekeringan akibat kemarau panjang tahun lalu. BMKG membeberkan bahwa Agustus tahun ini jadi puncak musim kemarau. (Foto : M Abdul Rohman)
SERAYUNEWS – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa Indonesia mulai memasuki musim kemarau pada periode April hingga Juni 2025.
Peralihan dari musim hujan ke musim kemarau ini terjadi secara bertahap di berbagai wilayah, dengan beberapa daerah mengalami pergeseran waktu tergantung pada kondisi geografis dan iklim lokal.
BMKG mencatat bahwa meskipun musim hujan 2024/2025 berlangsung normal hingga di atas normal, sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami penurunan curah hujan mulai April.
Hal ini menandai dimulainya musim kemarau yang diperkirakan akan berlangsung hingga September 2025.
Peran Fenomena Iklim Global
Menurut BMKG, fenomena La Nina lemah yang terjadi antara November 2024 hingga Maret 2025 memberikan dampak pada pola curah hujan di Indonesia.
La Nina biasanya menyebabkan peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia, namun pada tahun ini pengaruhnya relatif lemah. Sehingga, tidak memberikan dampak signifikan terhadap musim kemarau yang akan datang.
BMKG juga mengingatkan bahwa meskipun musim kemarau diprediksi berlangsung normal, beberapa wilayah masih berisiko mengalami kekeringan dan kebakaran hutan.
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa pada tahun 2023, lebih dari 1,16 juta hektar lahan terbakar, angka tertinggi sejak 2019. Hal itu menunjukkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan selama musim kemarau.
Puncak Musim Kemarau: Agustus 2025 dan Dampaknya
BMKG memprediksi bahwa puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada bulan Agustus 2025.
Pada periode ini, sebagian besar wilayah akan mengalami curah hujan yang sangat rendah, suhu udara yang tinggi, dan kelembaban yang rendah.
Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan, serta berdampak pada sektor pertanian dan ketersediaan air bersih.
Di sektor pertanian, kekurangan air dapat mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama padi dan palawija yang sangat bergantung pada ketersediaan air.
Petani diimbau untuk menyesuaikan jadwal tanam dan menggunakan teknologi irigasi yang efisien guna mengantisipasi dampak musim kemarau.
Sementara itu, masyarakat di daerah rawan kekeringan disarankan untuk mulai menghemat penggunaan air dan mempersiapkan cadangan air bersih.
Harapan Solusi dari Pemerintah
Pemerintah daerah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah preventif, seperti membangun embung dan sumur resapan, serta melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi air.
Selain itu, peningkatan suhu udara selama musim kemarau dapat berdampak pada kesehatan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.
Pemerintah dan instansi terkait diharapkan dapat menyediakan informasi dan layanan kesehatan yang memadai untuk mengantisipasi dampak tersebut.