SERAYUNEWS- Nama Bupati Pati, Sudewo mendadak viral setelah kebijakannya menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen menuai protes luas dari masyarakat.
Tak hanya dianggap memberatkan, pernyataan Bupati Sudewo yang seolah menantang kehadiran 50.000 warga untuk berdemo, turut memicu polemik di ruang publik.
Kenaikan PBB ini dinilai sangat drastis dan tak berpihak pada masyarakat kecil. Warga menilai kebijakan tersebut memperberat beban ekonomi mereka, terutama di tengah kondisi pemulihan pasca pandemi dan tekanan biaya hidup yang terus meningkat.
Melansir berbagai sumber, simak ulasan selengkapnya mengenai sosok Sudewo, Bupati Pati, Jawa Tengah.
Sudewo lahir di Pati pada 11 Oktober 1968. Ia mengenyam pendidikan di SMAN 1 Pati, kemudian melanjutkan ke Universitas Sebelas Maret (UNS) dan lulus sebagai Sarjana Teknik Sipil pada 1991.
Pendidikan magisternya ia selesaikan di Universitas Diponegoro (UNDIP) pada 1993, dengan spesialisasi Teknik Pembangunan.
Karier awal Sudewo mulai di dunia konstruksi. Ia sempat bekerja di PT Jaya Construction sebelum bergabung sebagai tenaga honorer di Departemen Pekerjaan Umum Kanwil Bali.
Kinerjanya dalam proyek peningkatan jalan dan jembatan membawanya diangkat sebagai CPNS dan kemudian menjadi PNS di Kanwil PU Jawa Timur.
Tahun 1999 hingga 2006, ia bertugas di Dinas PU Kabupaten Karanganyar. Di 2002, ia mencoba peruntungan politik dengan mencalonkan diri sebagai Bupati Karanganyar, meski gagal terpilih.
Pada 2019, ia dipercaya sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Organisasi DPP Partai Gerindra.
Ia juga dua kali terpilih sebagai anggota DPR RI, yakni periode 2009–2013 dan 2019–2024. Kedekatannya dengan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, memperkuat posisi politiknya.
Puncaknya, pada 20 Februari 2025, ia dilantik sebagai Bupati Pati bersama Wakil Bupati Risma Ardhi Chandra. Sejak menjabat, Sudewo mengusung agenda percepatan pembangunan, salah satunya melalui peningkatan penerimaan pajak daerah.
Kepada awak media Bupati Sudewo menjelaskan bahwa penyesuaian tarif PBB-P2 ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Ia menyebut dana hasil pajak akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik, khususnya renovasi RSUD RAA Soewondo.
“Sudah 14 tahun PBB tidak disesuaikan. Kami harus melakukan penyesuaian agar pembangunan tidak tertinggal dari daerah lain,” ujar Sudewo dalam pernyataan resminya.
Ia juga menyoroti bahwa pendapatan PBB Kabupaten Pati hanya sekitar Rp29 miliar, jauh di bawah Jepara (Rp75 miliar), Kudus dan Rembang (masing-masing Rp50 miliar), padahal secara geografis Pati memiliki potensi yang lebih besar.
Namun, penjelasan tersebut tidak serta-merta menenangkan warga. Gelombang kritik terus berdatangan, baik di media sosial maupun dalam bentuk rencana aksi massa.
Aliansi warga bahkan telah menetapkan jadwal unjuk rasa besar pada 13 Agustus 2025.
Meski telah mengklaim bahwa kebijakan PBB-P2 bertujuan untuk pembangunan, Sudewo tetap menghadapi tekanan dari masyarakat.
Banyak warganet mengkritik gaya komunikasinya yang dianggap arogan, terutama saat ia seolah menantang kehadiran 50.000 demonstran.
Ketegangan antara warga dan Pemkab Pati makin memanas setelah Satpol PP membubarkan posko penggalangan dana untuk aksi protes. Tindakan ini memicu aksi lanjutan berupa pengembalian logistik donasi sebagai bentuk kekecewaan.
Saat ini Bupati Pati, Sudewo telah meminta maaf terkait ucapannya yang terkesan menantang massa untuk datang berdemonstrasi menolak kebijakannya tentang kenaikan PBB-P2 hingga 250 persen.
“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas pernyataan saya ‘5.000 silakan, 50 ribu massa silakan’. Saya tidak menantang rakyat. Sama sekali tidak ada maksud menantang rakyat, mosok rakyat saya tantang,” ujar Sudewo saat konferensi pers di Pendopo Kabupaten Pati.
⦁ Sudah 14 Tahun Tidak Naik: Penyesuaian tarif dilakukan setelah 14 tahun tidak mengalami kenaikan.
⦁ Untuk Pembangunan Daerah: Dana PBB ditargetkan untuk infrastruktur dan pelayanan publik.
⦁ Penerimaan Rendah: Pati hanya memperoleh Rp29 miliar dari PBB, lebih kecil dari Jepara, Kudus, dan Rembang.
Kebijakan kenaikan PBB-P2 sebesar 250 persen di Pati menyulut perdebatan publik. Sudewo sebagai Bupati Pati berdalih bahwa ini adalah langkah penting untuk mendorong pembangunan.
Namun, banyak warga menilai kebijakan tersebut terlalu memberatkan dan tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.
Dengan gelombang protes yang kian besar, keputusan Sudewo akan menjadi ujian nyata kepemimpinannya. Apakah ia akan membuka ruang dialog atau tetap bersikukuh dengan kebijakannya, menjadi pertanyaan yang kini ditunggu masyarakat.