Purbalingga, serayunews.com – Matahari mulai menyingsing, tapi cahayanya belum menyengat, karena posisinya belum sampai 45 derajat. Minggu (06/09/2020) pagi, sekitar pukul 08.00 wib, sebuah Jeep Willys yang dikemudikan Galih mulai melaju. Keluar meninggalkan kawasan Owabong, mobil yang ditunggangi Dyah Hayuning Pratiwi beserta suami, memimpin rombongan.
Rute yang dilalui yakni Desa Biji, Sumampir, dan Metenggeng, menyusuri jalan pedesaan. Bukan tanpa alasan, suasana yang adem oleh rindang pepohonan di tepian jalan menjadi pertimbangan. Minggu pagi ini, bupati bersama komunitas muda Jong Purbalingga, akan piknik ke Bumisari, Kecamatan Bojongsari.
“Ini bukan kali pertama saya kesini, sebelumnya juga sudah pernah,” kata Tiwi.
Berada di lereng selatan Gunung Slamet, Desa Bumisari menyimpan banyak kekayaan alam. Ladang dan sawah tumbuh subur. Sejuknya udara dan keramahan warganya, menambah betah berlama-lama disana. Potensi untuk dikembangkan jadi desa wisata sangat lah bisa.
“Akan menjadi sebuah pengalaman yang berkesan bagi wisatawan, jalan jalan menyusuri pedesaan. Karena nuansa ini lah yang tidak bisa dapatkan di kota,” ujar dia.
Setidaknya, terdapat sejumlah air terjun berada di sana. Sebut saja air terjun atau curug Lamuk, Cingagah, Tempuran, Penganten, dan Sawangan. Curug Penganten memiliki dua curug yang berdampingan seperti pengantin.
Ada juga seni Dames yang masih di uri-uri oleh masyarakat. Dames merupakan kesenian rakyat yang bernafas Islam. Bisa dilihat dari syair yang dilantunkan. Tari Dames dimainkan oleh delapan perempuan. Diiringi musik sederhana dari Bedug, Rebana, dan Kendang. Ciri khas dari kesenian Dames terletak pada penggunaan kaos kaki dan kacamata yang dikenakan oleh para penari.
“Pesan saya, potensi yang ada tetap dijaga dengan baik dan dikembangan secara bersama-sama. Pokdarwis dan Pemdes Bumisari harus menjalin sinergitas yang baik karena untuk pengembangan wisata tidak bisa berjalan sendiri-sendiri,” katanya, saat ngobrol bareng pengelola desa wisata.
Duduk santai pada sebuah aula terbuka, yang berada di tengah kebun. Gethuk, gesret, dan klepon adalah cemilan yang disuguhkan. Kopi dan teh berperan mencairkan suasana. Dalam obrolannya, Tiwi bercerita soal sektor wisata di tengah wabah virus corona. Penyumbang devisa negara kedua lumpuh karena Corona. Pun terjadi di kota Perwira.
“Seperti halnya tingkat nasional, pemerintah mengimbau masyarakat untuk mengoptimalkan skala lokal. Membeli produk lokal, berwisata di destinasi lokal, itu sudah membantu membangkitkan perekonomian,” katanya.
Tak melulu air terjun, kesejukan udara, keramahan penduduk, seni budaya, dan aktifitas masyarakat juga bisa ditawarkan. Proses produksi produk usaha mikro kecil menengah (UMKM) juga bisa menjadi suatu wahana. Ada unsur pembelajaran di dalamnya. Ada pesan dalam kehidupan dari suatu kesederhanaan.
“Tinggal bagaimana mengemasnya. Tidak harus Jeep, bisa juga menyusuri jalanan dengan bersepeda. Masuk ke produsen UMKM, itu termasuk wisata edukasi, hasilnya bisa untuk cindera mata atau oleh oleh,” kata Tiwi.
Ketua Pokdarwis Panca Warna, Desa Bumisari, Teguh mengatakan desa wisata sudah dirintis sekitar tahun 2015. Sangat bersyukur sudah banyak perkembangan jika dibandingkan saat ini. Terkait dengan kunjungan wisatawan setiap bulannya ada peningkatan.
“Kita juga telah menggandeng Owabong untuk pengembangan wisata ini yang rencananya akan kami nama Gerbang Nusantara,” kata Teguh.
Menapaki puluhan anak tangga rela dilakukan oleh rombongan. Apalagi yang menggoda, jika bukan karena kesegaran air Curug Duwur. Sampailah Tiwi dan suami di tepi telaga. Tak puas sebatas melihat, dia pun naik di perahu karet menuju tengah. Bahagia jelas terlihat di raut muka mereka.
Sesi akhir acara, ditutup dengan makan bersama. Mungkin menunya begitu sederhana. Khas nuansa desa, ada pecel, nasi jagung, teri, dan sayur pakis. Tapi suasana yang didapat cukup istimewa. Ya. Mereka dengan lahapnya menikmatinya di depan deburan air terjun. (Amin)