SERAYUNEWS – Misteri keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang, Banten, mulai menemui titik terang.
Area yang sempat viral di media sosial karena memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) ini menjadi sorotan nasional, termasuk perhatian dari pemerintah dan aktivis lingkungan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengonfirmasi bahwa terdapat 263 bidang sertifikat HGB di kawasan tersebut.
Selain itu, terdapat 17 bidang SHM yang diketahui keberadaannya setelah warganet menelusuri data di aplikasi BHUMI ATR/BPN.
Melansir keterangan berbagai sumber, berikut penjelasan terkait daftar pemilik HGB di Pagar Laut Tangerang:
Menteri Nusron Wahid mengungkapkan bahwa sertifikat HGB tersebut dimiliki oleh beberapa entitas berikut:
Namun, Nusron tidak menjelaskan siapa sosok di balik perusahaan-perusahaan tersebut. Dia menyarankan masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut untuk memeriksa data di Administrasi Hukum Umum (AHU).
Menurut laporan keuangan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI), induk dari PT Cahaya Inti Sentosa, perusahaan ini terafiliasi dengan Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma.
Dengan kepemilikan 99,33 persen saham di PT CIS, keterlibatan konglomerasi ini menjadi perhatian publik.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, menyebutkan bahwa pagar laut ini diduga digunakan untuk reklamasi alami.
Pagar bambu tersebut berfungsi menahan sedimentasi pasir yang terbawa ombak, sehingga perlahan membentuk daratan baru. Diperkirakan, area daratan yang terbentuk bisa mencapai ribuan hektare.
“Pemasangan pagar ini bertujuan agar sedimentasi pasir tertahan, sehingga lama-kelamaan membentuk daratan. Dari 30 hektare, bisa menjadi sekitar 30.000 hektare,” ujar Trenggono.
Namun, Trenggono menegaskan bahwa pembangunan pagar laut ini tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), sehingga kegiatan ini dianggap ilegal.
Menindaklanjuti temuan ini, KKP telah menyegel pagar laut sejak 9 Januari 2025 atas instruksi Presiden Prabowo Subianto. Pada 18 Januari 2025, TNI Angkatan Laut (TNI AL) mulai membongkar pagar sepanjang 2 kilometer.
Pembongkaran akan dilanjutkan pada 22 Januari 2025 setelah evaluasi bersama pemerintah dan TNI AL.
“Kami akan rapat pada Rabu pagi, dan siangnya proses pembongkaran akan dilanjutkan,” ujar Trenggono melalui unggahan di akun Instagram resminya, @swtrenggono.
Pengamat kebijakan publik dan aktivis lingkungan menilai keberadaan pagar laut ini sebagai bukti lemahnya pengawasan pemerintah. Julius Ibrani dari Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) bahkan mencurigai adanya keterlibatan institusi pemerintah dalam penerbitan sertifikat HGB di kawasan laut.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mendesak agar kasus ini diproses secara pidana. Ia menyatakan bahwa tindakan ini tidak hanya ilegal, tetapi juga mencederai kedaulatan negara.
“Pihak yang terlibat harus diproses hukum hingga ke pengadilan. Penegakan hukum penting untuk mencegah kejadian serupa di masa depan,” ujarnya.
Keberadaan pagar laut ini berdampak signifikan pada kehidupan nelayan setempat. Akses mereka ke wilayah tangkapan ikan menjadi sulit, menambah tekanan ekonomi pada komunitas pesisir.
Polemik pagar laut di Tangerang mengungkap masalah besar dalam pengelolaan ruang laut dan transparansi kepemilikan lahan.
Pemerintah perlu memastikan bahwa hukum ditegakkan dan pihak-pihak yang bertanggung jawab mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Transparansi informasi dan pengawasan ketat juga diperlukan agar ruang laut tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.***