Ujicoba pelaksanaan lima hari sekolah ini sudah mulai dilaksanakan sejak Senin (20/1), pada Sekolah Dasar dan Sekolah menengah Pertama (SMP) Negeri. Meskipun demikian kebijakan ini belum final pelaksanaannya.
“Masih tahap ujicoba, mungkin selama tiga bulan. Nanti dilihat jalannya lancar atau tidak, lalu segi positif dan negatifnya dimana, nanti kita diskusi, belum final (keputusan lima hari sekolah),” katanya.
Farid mengatakan pemkab akan terus mengevaluasi dampak yang terjadi. Apabila nantinya masih ada kekurangan, dan jika masih bisa diperbaiki maka kebijakan tersbeut akan tetap dilaksankaan. Namun, apabila masih banyak kelemahan, maka kebijakan tersebut urung dilaksanakan.
Adanya kebijakan lima hari sekolah ini membuat lembaga keagamaan menolak pelaksanaan kebijakan ini. Tidak hanya itu, penolakan juga datang dari sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Cilacap.
Penolakan-penolakan ini disebabkan karena beberapa alasan, diantaranya belum siapnya kondisi di lapangan yang belum siap, baik dari sisi sumberdaya manusia, seperti guru, dan siswa yang akan menjalani, serta sarana dan prasarana sekolah.
Selain itu dengan adanya penambahan jam belajar, maka akan menganggu waktu mengaji anak, yang biasa dilaksanakan sore usai sekolah. Menambah beban anak, sehingga menjadikan anak semakin lelah. Akibatnya menganggu konsentrasi saat mengaji maupun belajar.
Kepala Dinas P dan K Kabupaten Cilacap Budi Santosa mengatakan Penerapan lima hari sekolah, secara kurikulum tidak akan menambah jam belajar siswa. Karena jam belajar siswa selama satu minggu masih tetap sebanyak 40 jam. Hanya saja biasanya dilaksanakan dalam enam hari sekolah, kini menjadi lima hari sekolah.
Dinas juga menyampaikan adanya pelaksanaan lima hari sekolah ini, bisa memberi kesempatan bagi lembaga pendidikan keagamaan untuk bekerjasama dengan sekolah, terutama memberikan pendidikan mengaji pada siswa. (ale)