SERAYUNEWS– Maraknya kejahatan digital kini menjadi ancaman nyata, terutama bagi kalangan perempuan.
Di era serba digital, tak sedikit ibu rumah tangga alias emak-emak, terjerat dalam praktik pinjaman online atau pinjol ilegal.
Salah satu kasus yang mencuat: meminjam Rp3 juta, namun kena tagihan hingga Rp30 juta.
Fenomena ini mengemuka dalam Pelatihan Literasi Digital untuk Kelompok PKK di Kelurahan Bancarkembar, Purwokerto Utara, Banyumas, pada Selasa, 11 Juni 2025.
Pelatihan ini merupakan bagian dari program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) gagasan dari Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unsoed.
“Perempuan saat ini menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kejahatan digital,” ungkap Prof. Dr. Mite Setiansah, Guru Besar Ilmu Komunikasi Unsoed. Ia menegaskan perlunya edukasi khusus agar perempuan mampu menghadapi godaan layanan digital yang menjebak.
Prof Mite menjelaskan kebiasaan belanja online dengan sistem “buy now, pay later” (beli sekarang, bayar nanti) mendorong gaya hidup konsumtif yang tidak seimbang dengan kondisi keuangan.
Ketika batas penggunaan kartu kredit atau paylater telah habis, pinjaman online ilegal pun menjadi pelarian.
“Pinjol ilegal menawarkan kemudahan semu. Proses pencairan cepat tanpa jaminan, namun justru menjerat pengguna dengan bunga tinggi dan denda tak masuk akal,” jelasnya.
Dalam sesi diskusi, beberapa peserta mengaku pernah menjadi korban. Salah satunya bahkan mengungkap, pinjaman awal sebesar Rp3 juta berubah menjadi tagihan Rp30 juta karena bunga dan denda yang mencekik.
Pelatihan ini menghadirkan sejumlah pemateri seperti Prof. Nana Sutikna, Dr. Edi Santoso, Dr. Nuryanti, serta King Anugrah seorang dosen muda sekaligus pegiat literasi digital.
Mahasiswa dari Program Studi S1 dan S2 Ilmu Komunikasi turut ambil bagian sebagai fasilitator dalam pelatihan tersebut. King Anugrah mengingatkan pentingnya berpikir kritis dalam menghadapi informasi digital.
“Gunakan resep ABCD: Amati, Baca, Cek, dan Diskusikan. Jangan langsung percaya atau memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan matang,” tegasnya.
Pelatihan ini berfokus pada empat pilar literasi digital, yaitu:
1. Budaya Digital – Membiasakan perilaku digital yang sehat.
2. Kecakapan Digital – Meningkatkan kemampuan menggunakan teknologi secara bijak.
3. Etika Digital – Menjaga perilaku sopan dan bertanggung jawab di ruang digital.
4. Keamanan Digital – Melindungi data pribadi dan menghindari ancaman siber.
Materi pelatihan terangkum dalam sebuah handbook khusus yang mereka bagikan kepada seluruh peserta.
Buku panduan ini disusun oleh Tim Lentera Digital, yang beranggotakan mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Unsoed, sebagai hasil dari mata kuliah Literasi Digital.
“Pelatihan ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga tentang membangun kesadaran agar perempuan tidak mudah tertipu oleh janji manis dunia digital,” tutup Prof Mite.
Ia berharap, edukasi semacam ini terus masif agar semakin banyak perempuan tangguh menghadapi era digital.