SERAYUNEWS- Praktik penahanan ijazah oleh perusahaan di Surabaya kembali mencuat ke publik.
Kasus ini bahkan sempat membuat Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, bersitegang dengan salah satu perusahaan yang diduga menahan dokumen asli milik karyawan.
Kini, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, turut angkat suara dan menegaskan komitmennya untuk menindak tegas jika terbukti ada pelanggaran hukum.
Kisruh ini bermula ketika seorang pekerja asal Pare, Kediri, mengaku perusahaan tempat ia bekerja di Surabaya menahan ijazahnya.
Ia melaporkan hal tersebut ke Pemerintah Kota Surabaya karena merasa kesulitan mengakses kembali dokumen penting miliknya.
Menanggapi laporan itu, Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, langsung melakukan inspeksi ke perusahaan terkait. Dalam kunjungannya, sempat terjadi adu argumen antara pihak perusahaan dan Armuji.
Perusahaan membantah bahwa pekerja tersebut merupakan bagian dari staf mereka. Namun, pekerja mengaku memiliki bukti berupa tanda terima ijazah dengan tanda tangan perwakilan perusahaan.
Kejadian tersebut sempat viral di media sosial dan menjadi sorotan masyarakat luas. Banyak warganet mengecam praktik penahanan ijazah dan mendukung langkah tegas dari Pemkot Surabaya.
Merespons kontroversi yang berkembang, Wali Kota Eri Cahyadi menyatakan siap memberikan pendampingan hukum kepada para korban.
Ia juga menekankan bahwa penahanan ijazah oleh perusahaan adalah tindakan ilegal yang bertentangan dengan peraturan daerah.
“Perda-nya sudah jelas, menahan ijazah itu melanggar aturan. Kalau ada yang merasa ijazahnya ditahan, silakan lapor. Akan langsung saya dampingi,” tegas Eri dalam keterangan di laman Pemkot Surabaya, Selasa (15/4/2025).
Larangan menahan dokumen asli milik pekerja, seperti ijazah, ada dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 42.
Pasal itu meyebutkan larangan pengusaha menyimpan dokumen asli milik pekerja sebagai jaminan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat terkena sanksi pidana kurungan maksimal enam bulan atau denda hingga Rp50 juta.
“Sudah saya hubungi kedua pihak. Perusahaan mengklaim itu bukan karyawannya, tapi korban punya bukti. Maka harus diperiksa. Siapa yang salah, harus bertanggung jawab,” tegas Eri lagi.
Meskipun kewenangan pengawasan ketenagakerjaan berada di tingkat provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pemkot Surabaya menyatakan akan tetap aktif mengawal proses hukum dan mediasi.
“Kalau harus sampai pengadilan, kami dampingi. Kami tidak ingin ada ketidakadilan atau kesewenang-wenangan di Surabaya,” ujar Eri.
Wali Kota Eri juga mengingatkan seluruh pelaku usaha di Surabaya untuk tidak melakukan praktik penahanan dokumen apapun milik pekerja. Ia menyebut, ijazah adalah hak pribadi yang tidak boleh dirampas.
“Jangan sampai mematikan hak orang. Kalau ada korban lain, apalagi warga Surabaya, segera lapor. Saya akan bela!” tegasnya.
Eri juga menyoroti potensi dampak negatif terhadap dunia usaha dan investasi jika praktik semacam ini terus terjadi.
“Satu kasus bisa merusak kepercayaan terhadap banyak perusahaan. Maka, penyelesaiannya harus tuntas. Tidak perlu gaduh, tapi masalah harus selesai,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Wali Kota Eri memastikan bahwa Pemerintah Kota Surabaya akan bersikap netral dan adil dalam menyelesaikan masalah ini.
Bahkan, meski korban berasal dari luar kota, selama kasus terjadi di Surabaya, pihaknya akan memberi pendampingan penuh.
“Kita berdiri di tengah. Meski dia orang Kediri, tapi karena masalahnya terjadi di Surabaya, kita dampingi sampai selesai,” tutupnya.***