SERAYUNEWS – Meski bulan Ramadan menjadi waktu yang umat Muslim nantikan, rupanya ada sejumlah golongan yang tidak wajib berpuasa.
Pasalnya, tidak semua orang wajib untuk berpuasa karena kondisi tertentu sesuai syariat Islam.
Dalam artikel ini, redaksi akan membahas sembilan golongan yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa dan menjawab pertanyaan, apakah pekerja konstruksi termasuk di dalamnya?
Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah pekerja dengan pekerjaan fisik berat, seperti tukang bangunan, boleh tidak berpuasa.
Secara umum, pekerjaan berat tidak secara otomatis memberikan keringanan untuk tidak berpuasa.
Namun, jika pekerjaan tersebut benar-benar menguras tenaga hingga membahayakan kesehatan atau membuat seseorang tidak mampu menjalankan puasa, ada beberapa pandangan ulama yang memberikan keringanan.
Beberapa ulama berpendapat bahwa pekerja berat yang tidak dapat menyesuaikan jam kerjanya atau tidak dapat menemukan pekerjaan alternatif dan jika berpuasa dapat membahayakan kesehatannya, boleh tidak berpuasa.
Namun, mereka wajib mengganti puasa di hari lain ketika kondisi memungkinkan. Keringanan ini bukanlah izin umum bagi semua pekerja berat untuk tidak berpuasa.
Setiap individu harus menilai kondisinya sendiri. Jika ragu, sebaiknya berkonsultasi dengan ulama atau tokoh agama setempat untuk mendapatkan pandangan yang lebih spesifik sesuai dengan situasi.
Anak-anak yang belum mencapai usia baligh tidak wajib berpuasa. Tanda-tanda baligh meliputi keluarnya mani bagi laki-laki dan perempuan pada usia 9 tahun Hijriah atau mencapai usia 15 tahun Hijriah jika tanda-tanda tersebut belum muncul.
Meskipun tidak wajib, anak-anak yang mendekati usia baligh sebaiknya mulai berlatih puasa sebagai persiapan.
Orang yang menderita penyakit yang dapat memburuk atau memperlambat kesembuhan jika berpuasa boleh untuk tidak berpuasa.
Setelah sembuh, mereka wajib mengganti puasa yang ditinggalkan. Jika penyakitnya kronis dan tidak ada harapan sembuh, mereka dapat membayar fidyah sebagai pengganti puasa.
Individu yang mengalami gangguan mental atau kehilangan akal sehat tidak wajib berpuasa.
Jika kondisi ini bersifat sementara dan mereka sembuh, mereka wajib mengganti puasa yang terlewat. Namun, jika gangguan mental permanen, tidak ada kewajiban puasa atau penggantinya.
Lansia yang fisiknya tidak lagi mampu menjalankan puasa mendapat keringanan untuk tidak berpuasa.
Sebagai gantinya, mereka wajib membayar fidyah, yaitu memberikan makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang dia tinggalkan.
Ibu hamil yang khawatir bahwa puasa dapat membahayakan kesehatannya atau janinnya diperbolehkan tidak berpuasa.
Setelah melahirkan dan kondisi memungkinkan, mereka wajib mengganti puasa yang ditinggalkan.
Beberapa ulama juga menganjurkan pembayaran fidyah selain qadha puasa, terutama jika kekhawatiran lebih pada kondisi janin.
Para ibu menyusui yang khawatir bahwa puasa dapat mempengaruhi produksi ASI dan kesehatan bayinya boleh tidak berpuasa.
Setelah masa menyusui atau ketika kondisi memungkinkan, mereka wajib mengganti puasa tersebut.
Seperti halnya wanita hamil, beberapa ulama juga menganjurkan pembayaran fidyah selain qadha puasa.
Individu yang melakukan perjalanan jauh, minimal sekitar 80 km, boleh tidak berpuasa selama perjalanan tersebut bukan untuk maksiat dan mulai sebelum fajar.
Setelah kembali atau ketika menetap, dia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan.
Wanita yang sedang menstruasi (haid) atau dalam masa nifas setelah melahirkan tidak boleh berpuasa. Setelah masa tersebut berakhir, mereka wajib mengganti puasa yang dia tinggalkan.
Hal ini berdasarkan hadis dari Aisyah RA yang menyatakan bahwa wanita diperintahkan mengganti puasa tetapi tidak diperintahkan mengganti salat yang ditinggalkan selama haid atau nifas.
Kesimpulan
Islam memberikan keringanan bagi sembilan golongan yang tidak wajib berpuasa karena kondisi tertentu yang dapat menghalangi atau membahayakan jika tetap berpuasa.
Meskipun pekerja dengan pekerjaan fisik berat seperti tukang bangunan tidak secara eksplisit dalam golongan tersebut, ada pertimbangan khusus.
Hal tersebut berdasarkan kondisi individu dan dampak puasa terhadap kesehatannya. Namun, Anda sebaiknya konsultasi dengan ahli agama atau ulama setempat untuk dapat panduan yang sesuai.***