
SERAYUNEWS- Bobibos, akronim dari Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos, menjadi salah satu inovasi energi terbaru yang menarik perhatian publik.
Bahan bakar berbasis limbah jerami ini dipandang sebagai solusi yang menggabungkan efisiensi energi, pengurangan limbah, serta pemberdayaan ekonomi petani.
Kehadirannya sekaligus menegaskan kapasitas riset anak bangsa dalam menciptakan alternatif bahan bakar yang lebih berkelanjutan.
Sebagai limbah pertanian yang jumlahnya melimpah setiap musim panen, jerami sering kali tidak termanfaatkan secara optimal dan bahkan dibakar sehingga menambah polusi udara.
Bobibos menawarkan pendekatan baru dengan mengolah jerami menjadi energi bernilai tinggi melalui proses biokimia yang terstruktur.
Mengutip laporan dari s3pendsains.fmipa.unesa.ac.id, pengolahan jerami menjadi Bobibos dilakukan melalui lima tahap biokimia, mulai dari pemecahan lignoselulosa, fermentasi, hingga proses penyulingan akhir.
Teknologi ini memungkinkan jerami diproses menjadi bahan bakar cair yang dapat digunakan pada dua jenis mesin: bensin dan diesel.
Dari satu hektare sawah, produksi Bobibos bisa mencapai sekitar 3.000 liter. Angka ini menunjukkan potensi besar yang bisa dikembangkan apabila inovasi ini diadopsi oleh para petani maupun industri energi lokal.
Salah satu alasan mengapa Bobibos mulai dilirik adalah karena pemilihan jerami sebagai bahan baku utama membuat harga pokok produksi lebih rendah dibanding bahan bakar fosil.
Dengan pasokan jerami yang melimpah dan biaya pengolahan yang relatif rendah, Bobibos berpeluang memiliki harga jual lebih terjangkau jika diproduksi massal.
Meski begitu, hingga saat ini belum ada angka resmi mengenai harga Bobibos di pasaran karena produk ini masih dalam tahap pengembangan. Estimasi baru bisa dihitung setelah proses produksi skala industri berjalan dan ketentuan regulasi selesai dibahas.
Dari sisi kualitas, Bobibos menunjukkan hasil uji yang menjanjikan. Berdasarkan pengujian oleh Lemigas, angka Research Octane Number (RON) Bobibos mencapai 98,1.
Nilai ini menempatkan bahan bakar tersebut pada kelas premium yang biasanya hanya dimiliki oleh bahan bakar beroktan tinggi di pasaran.
Tidak hanya itu, Bobibos juga diklaim menghasilkan emisi yang hampir nol. Klaim ini memperkuat posisi Bobibos sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan dan sangat relevan untuk masa depan energi hijau.
Jika dikembangkan secara luas, Bobibos berpotensi menciptakan nilai ekonomi besar bagi petani. Jerami yang sebelumnya tidak bernilai bisa berubah menjadi komoditas penting dalam rantai pasokan energi.
Selain meningkatkan pendapatan petani, konsep ini juga mendukung pengembangan ekonomi sirkular di kawasan pedesaan.
Dengan produksi yang stabil dan efisiensi tinggi, Bobibos berpeluang masuk ke pasar energi lokal sebagai alternatif bahan bakar yang lebih murah, lebih hijau, dan lebih mudah dijangkau masyarakat.
Meskipun inovasi ini memiliki potensi besar, Bobibos masih harus melewati berbagai proses legalitas.
Menurut laporan RRI, bahan bakar ini masih menunggu izin edar dan sertifikasi resmi agar bisa digunakan secara luas. Regulasi menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan produk energi baru karena berkaitan langsung dengan standar keamanan dan mutu.
Jika proses perizinan berjalan lancar, Bobibos bisa menjadi bagian dari strategi energi nasional yang mengarah pada kemandirian energi berbasis sumber daya lokal.
Inovasi ini memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas besar untuk mengembangkan energi masa depan yang lebih bersih, mandiri, dan berkelanjutan.***