SERAYUNEWS – Masalah parkir liar di wilayah Kota Purwokerto terus menjadi sorotan masyarakat. Keluhan datang bukan hanya karena tarif parkir tak sesuai Perda, tetapi juga soal juru parkir yang memungut biaya tanpa karcis resmi dan minim pelayanan.
Warga menilai kondisi ini bukan sekadar pungutan liar, tetapi juga menggerus potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan membuat keberadaan juru parkir resmi semakin tak jelas.
Seorang warga Purwokerto, Yon Daryono, mengaku beberapa kali mengalami pemalakan terselubung dari oknum juru parkir di berbagai titik kota.
Ia menyebut Stasiun ATM di kawasan dr Angka, area Hotel Java Heritage, Jalan Jenderal Soedirman, dan warung-warung di Kaliputih sebagai titik rawan.
Suatu waktu, saat hanya menunggu istrinya di atas motor, tiba-tiba seorang juru parkir datang dan meminta uang.
“Ketika mau pergi, lalu dia ambil sempritan dari kantong, selipkan di bibir, siap-siap tiup peluit. Saya pun langsung siapkan uang Rp1.000 sesuai Perda, sambil bilang, ‘Karcis parkirnya, Mas. Dia hanya menjawab, ‘Wis Mas, terus bae!’ dan saya pun jalan tanpa karcis,” ujarnya.
Yon menegaskan, bahwa dia tak keberatan membayar parkir selama tarif sesuai dan karcis resmi diberikan.
“Tanpa karcis, bagaimana PAD mau maksimal? Belum lagi nasib para juru parkir yang tidak jelas kerja di jalanan tapi tak terlindungi,” imbuhnya.
Cerita serupa datang dari Harsono, warga lain di Purwokerto. Ia mengalami kejadian saat parkir di depan dealer Honda kawasan Buntos.
“Saya parkir sendiri, agak susah. Tapi waktu saya sudah di dalam mobil mau pulang, baru muncul seorang pria tak berseragam, hanya pakai kaos oblong dan celana jeans, sambil meniup peluit,” katanya.
Ia langsung menolak membayar karena tidak dibantu sejak awal.
“Saya bilang, ‘Tadi saya parkir sendiri dengan susah, sekarang saya mau pulang, panjenengan baru datang.’ Dia terdiam. Saya pun pergi tanpa memberi uang,” jelas Harsono.
Hal serupa terjadi lagi tak jauh dari situ, tepatnya di depan Lapas Narkotika. Harsono kembali didatangi oleh juru parkir tanpa atribut.
“Karena sama saja, ya saya tidak beri uang parkir,” tegasnya.
Pengalaman Yon dan Harsono menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat penting untuk memutus mata rantai parkir liar.
Mereka berharap masyarakat tak perlu takut untuk menolak membayar jika tak diberikan karcis resmi dari Pemkab.
“Ketika juru parkir tidak bisa menunjukan karcis resmi, masyarakat sah-sah saja menolak untuk membayar. Karena uang tersebut juga tidak masuk menjadi pendapatan daerah,” tulis laporan ini.
Kepala Seksi Pengendalian dan Operasional Dinas Perhubungan (Dishub) Banyumas, Tomi Luqman Hakim, menegaskan bahwa juru parkir resmi memiliki dua ciri utama.
“Kalau sementara ini ya KTA dan dia punya karcis. KTA biasa sama jukir dikalungkan. Kalau kedua tanda itu ada ya berarti resmi,” kata Tomi.
Ia mengimbau warga agar lebih tegas dan kritis, sekaligus membantu pengawasan terhadap praktik parkir liar yang masih marak.