SERAYUNEWS- Peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 24 September 2025 akan diwarnai dengan gelombang aksi.
Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama berbagai organisasi petani, buruh, dan masyarakat sipil akan menggelar demonstrasi besar-besaran di Jakarta serta di puluhan daerah lainnya.
Tak kurang dari 12 ribu petani dijadwalkan turun ke ibu kota. Mereka akan bergabung dengan aliansi buruh dan masyarakat sipil dalam long march menuju titik-titik strategis.
Selain itu, lebih dari 13 ribu petani akan menggelar aksi serentak di provinsi lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara.
Lalu dimana saja titik pusat aksi di Jakarta?
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya mengenai
info demo Hari Tani tanggal 24 September 2025, titik ada di mana saja?
Menurut Wakil Ketua Umum SPI Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Agus Ruli Ardiansyah, aksi massa 24 September akan dipusatkan di beberapa titik penting di Jakarta.
Beberapa lokasi utama yang menjadi sasaran aksi adalah:
1. Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
2. Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
3. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
4. Kementerian Kehutanan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Agus menegaskan, selain di Jakarta, anggota SPI di 30 provinsi lainnya juga akan menggelar aksi serupa.
“Demo Hari Tani tahun ini tidak hanya berlangsung di ibu kota, tetapi juga di daerah-daerah. Aksi ini adalah bentuk konsolidasi gerakan rakyat tani untuk menagih janji keadilan agraria,” ujar Agus.
Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menyebut aksi ini lahir dari keresahan panjang akibat lambatnya pelaksanaan reforma agraria. Padahal, isu tersebut masuk dalam Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Reforma agraria tercantum sebagai agenda prioritas pemerintah. Namun hingga kini, Presiden Prabowo belum menyusun kebijakan konkret untuk melaksanakannya,” jelas Henry.
Henry menyoroti ketimpangan agraria di Indonesia yang makin melebar. Menurut data SPI, mayoritas petani Indonesia adalah petani gurem dengan lahan di bawah 0,5 hektare, jumlahnya lebih dari 16 juta jiwa.
Sebaliknya, jutaan hektare tanah dikuasai korporasi besar di sektor perkebunan, kehutanan, hingga pertambangan.
Situasi ini memicu konflik agraria berkepanjangan. Data SPI mencatat, hingga 2025 terdapat 118.762 kepala keluarga petani yang terlibat konflik agraria dengan total luasan mencapai 537 ribu hektare.
Dalam aksi 24 September 2025, SPI membawa delapan tuntutan utama, yaitu:
Dalam peringatan HTN tahun ini, SPI menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain:
1. Selesaikan konflik agraria yang sedang dihadapi oleh anggota SPI dan yang dialami petani Indonesia.
2. Hutan negara jadi objek TORA, Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dilaksanakan oleh Satgas PKH dijadikan obyek TORA.
3. Tanah negara yang dikuasai perusahaan perkebunan dan kehutanan serta perusahaan pengembang menjadi objek TORA.
4. Revisi Perpres Percepatan Reforma Agraria No. 62 Tahun 2023 untuk kedaulatan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat desa.
5. Bentuk Dewan Nasional untuk Pelaksanaan Reforma Agraria dan Dewan Kesejahteraan Petani.
6. Revisi UU Pangan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, revisi UU Kehutanan untuk reforma agraria, dan revisi UU Koperasi untuk perwujudan reforma agraria dan kedaulatan pangan.
7. Bentuk UU Masyarakat Adat untuk penguatan masyarakat adat.
8. Cabut UU Cipta Kerja yang menyebabkan ketimpangan agraria dan menghalangi pelaksanaan reforma agraria.
Selain dari Jakarta, ribuan petani dari berbagai wilayah juga memastikan kehadiran mereka.
Beberapa kelompok yang akan hadir antara lain Serikat Petani Pasundan dari Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan Pangandaran, Serikat Petani Majalengka, Serikat Pekerja Tani Karawang, Pemersatu Petani Cianjur, serta Pergerakan Petani Banten.
Di Jawa Tengah, aksi akan digelar oleh Serikat Tani Mandiri Cilacap, sementara di daerah lain tercatat dukungan dari Aceh Utara, Medan, Palembang, Jambi, Bandar Lampung, Semarang, Blitar, Jember, Makassar, Palu, Sikka, Kupang, hingga Manado.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menilai aksi ini adalah momentum krusial bagi pemerintah untuk menuntaskan krisis agraria yang sudah berlangsung 65 tahun sejak lahirnya UUPA 1960.
“Melalui aksi ini, petani menyuarakan sembilan langkah perbaikan atas 24 masalah struktural agraria yang tak kunjung diselesaikan lintas rezim pemerintahan,” kata Dewi.
SPI menegaskan bahwa tanpa keadilan agraria, mustahil program prioritas pemerintah berjalan mulus, mulai dari makan siang bergizi gratis, pembangunan tiga juta rumah rakyat, perbaikan kampung nelayan, hingga penguatan koperasi desa.
“Reforma agraria adalah pintu masuk penataan struktur tanah agar lebih adil. Tanpa itu, kedaulatan pangan dan kesejahteraan rakyat tidak akan tercapai,” tegas Agus Ruli.