SERAYUNEWS– Gusti Raden Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawardhani atau Gusti Noeroel lahir tanggal 17 September 1921 adalah putri tunggal dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro 7 dari permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu Timoer.
Ayahnya merupakan seorang ningrat dari Solo yang beristrikan putri dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Ibunya bernama G.R.Ay. Mursudarijah merupakan puteri ke-12 Sultan Hamengku Buwono 7 dari permaisuri ketiga, G.K.R. Kencono.
Tidak hanya cantik Gusti Noeroel juga memiliki banyak talenta salah satunya dengan kepiawaiannya menari. Pada usianya yang masih 15 tahun, Gusti Noeroel diminta datang secara khusus untuk menari di hadapan Ratu Wilhelmina di Belanda. Tarian tersebut dipersembahkan sebagai kado pernikahan Putri Juliana. Menariknya, saat itu rombongan dari Mangkunegaran tidak membawa gamelan untuk mengiringi tarian Gusti Noeroel. Tarian itu diiringi alunan gamelan yang dimainkan dari Pura Mangkunegaran dan dipancarkan melalui Solosche Radio Vereeniging, yang siarannya bisa ditangkap dengan jernih di Belanda.
Paras yang cantik dan menawan hati ini menjadikannya primadona di Kota Solo dan didambakan para tokoh negara. Mulai dari mantan Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang biasa mengirimkan kado melalui sekretarisnya ke kediaman Gusti Noeroel di Pura Mangkunegaran ketika rapat kabinet digelar di Yogyakarta. Ia juga didambakan oleh Kolonel GPH Djatikusumo, salah seorang prajurit militer.
Selain itu presiden pertama RI Soekarno juga pernah menaruh hati padanya, namun cintanya ditolak. Konon Soekarno kalah bersaing dengan Sutan Sjahrir. Tokoh negara lain juga mencoba meminang Gusti Noeroel adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang sudah memiliki 9 orang selir. Namun semua tokoh tersebut tidak ada satupun yang berhasil memikat hati Gusti Noeroel.
Putri berdarah bangsawan ini memutuskan untuk menerima pinangan seorang militer berpangkat letnan kolonel yang bernama RM Soerjo Soejars atau yang lebih dikenal dengan Jarso yang juga merupakan keturunan bangsawan. Namun Gusti Noeroel dan Soerjo Soejars memilih meninggalkan Keraton untuk hidup bersama membangun keluarga sederhana di perantauan.
Alasan Gusti Noeroel menolak banyak lamaran tersebut karena ia memiliki prinsip kuat menolak untuk dimadu atau poligami. Baginya wanita berpendidikan pantang untung dimadu. Dalam bukunya, Gusti Noeroel menuliskan alasannya menolak untuk dimadu atau poligami, meski pada usia 20 tahun tersebut ia belum juga mendapatkan jodoh. Perempuan berusia 20 tahun pada masa itu dianggap tak enteng jodoh jika belum juga menikah.
“Tapi aku lebih percaya dengan hati nurani untuk mengatakan ‘tidak’ dan harus berani menolak. Rasanya tidak adil bila aku mendesak Sultan untuk menceraikan garwa ampil-nya. Bagaimanapun, mereka kaumku. Wanita mana yang mau diceraikan begitu saja karena suami akan menikah lagi dengan wanita lain. Aku tidak mau menyakiti wanita lain,” tulisnya dalam buku biografi yang diterbitkan salah satu media.
Genap pada usia 94 tahun, Gusti Noeroel tutup usia karena sakit diabetes. Ia meninggalkan 7 orang anak dan 14 orang cucu dari pernikahannya dengan Soerjo Soejarso. Ketujuh orang anaknya adalah Sularso Basarah, Parimita Wiyarti, Aji Pamoso, Heruma Wiyarti, Rasika Wiyarti, Wimaya wiyarti, dan Bambang Atas Aji.