
SERAYUNEWS – Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Komisi Reformasi Polri di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat (7/11/2025). Lantas, Jimly Asshiddiqie pernah menjabat Apa?
Pasalnya, dalam struktur baru ini, satu nama yang menarik perhatian publik adalah penunjukan Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua Komisi Reformasi Polri.
Kehadiran mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini memberi sinyal bahwa agenda pembenahan institusi kepolisian dilakukan dengan pendekatan hukum dan tata kelola kelembagaan yang kuat.
Jimly bukan sosok baru dalam sejarah pembangunan sistem hukum di Indonesia.
Ia dikenal sebagai akademisi, pemikir, sekaligus pejabat negara yang berpengalaman dalam berbagai bidang strategis.
Rekam jejak panjangnya menjadi modal penting bagi tugas besar Komisi Reformasi Polri yang diarahkan untuk memperkuat profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas penegakan hukum di Indonesia.
Lahir di Palembang, Sumatera Selatan, pada 17 April 1956, Jimly menempuh pendidikan tinggi di bidang hukum sejak awal karier akademiknya.
Ia menyelesaikan studi Sarjana Hukum di Universitas Indonesia pada 1977–1982.
Setelah itu, ia melanjutkan program Magister Hukum di kampus yang sama pada 1984–1986.
Kehausannya terhadap ilmu membuat Jimly melanjutkan pendidikan doktoral melalui program kerja sama antara Rechtsfaculteit Rijksuniversiteit Leiden, Belanda, dan Universitas Indonesia pada 1987–1991.
Tidak berhenti di situ, ia juga pernah mengikuti studi tingkat lanjutan di Harvard Law School pada 1994.
Dengan latar belakang akademik internasional, pemikirannya banyak mempengaruhi perumusan sistem hukum modern di Indonesia.
Sejak usia muda, Jimly sudah terjun dalam organisasi keagamaan.
Ia pernah menjadi anggota Pelajar Islam Indonesia (PII) Palembang dan memimpin Youth Islamic Study Club Al Azhar.
Ia juga tercatat sebagai Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI).
Perannya terus berkembang ketika ia masuk ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pengurus harian, kemudian menjadi Ketua Dewan Penasihat Dewan Masjid Indonesia,
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), serta Ketua Badan Pembina Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar.
Selain organisasi keagamaan, Jimly juga aktif di dunia pendidikan dan advokasi hukum.
Ia pernah menjabat sebagai Penasihat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, Ketua Dewan Pembina Jimly School of Law and Government (JSLG), hingga Penasihat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Karier politik Jimly bermula saat ia menjadi Anggota Tim Ahli DPR RI pada 1988–1993.
Ia kemudian terpilih sebagai Anggota MPR RI dari utusan golongan pada 1997–1998.
Namun, puncak pengabdiannya di bidang hukum terjadi ketika ia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama pada periode 2003–2008.
Di era ini, Jimly dianggap berperan besar dalam meletakkan dasar-dasar kelembagaan MK sebagai pengawal konstitusi. Tidak hanya itu, ia juga pernah menjadi:
Dengan catatan tersebut, penunjukannya sebagai Ketua Komisi Reformasi Polri bukan tanpa alasan.
Ia dianggap memiliki integritas, pengalaman teknis, serta perspektif kelembagaan yang kokoh.
Kontribusi Jimly dalam dunia hukum, akademik, dan kebangsaan membuatnya menerima sejumlah penghargaan.
Pada 1999, ia memperoleh Bintang Maha Putera Utama sebagai bentuk pengakuan atas dedikasi bagi bangsa.
Kemudian pada 2015, masyarakat Suku Komering di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur menganugerahkan gelar tertinggi adat, Prabu Mangkunegara.
Gelar serupa sebelumnya juga pernah diterima Presiden Joko Widodo.
Gelar tersebut diberikan kepada tokoh yang dianggap berjasa dan memiliki kedudukan tinggi dalam kehidupan masyarakat Komering.
Dengan rekam jejak yang panjang, pengalaman luas, serta penghargaan dari berbagai kalangan, Jimly Asshiddiqie hadir sebagai tokoh kunci dalam upaya membangun Polri yang semakin profesional dan berorientasi pada pelayanan publik.
Tugasnya tidak ringan, namun latar belakang akademik dan pengalaman kelembagaan yang ia miliki menjadi modal penting dalam mengawal agenda reformasi di tubuh kepolisian.***