SERAYUNEWS– Saat memberi arahan kepada kepala daerah di Istana Garuda IKN pada Selasa, 13 Agustus 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung bau kolonial.
Dia membandingkan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, dengan Istana Kepresidenan Jakarta dan Bogor yang Belanda bangun.
Kepala negara mengungkit Istana Negara dan Istana Merdeka pernah jadi hunian dua kolonialis berbeda. Mereka adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Gerardus van Overstraten dan Johan Wilhelm van Lansberge.
“Sudah kita tempati 79 tahun. Ini bau-bau kolonial selalu saya rasakan setiap hari, dibayang-bayangi. Dan sekali lagi, kita ingin menunjukan bahwa kita punya kemampuan untuk juga membangun ibu kota sesuai dengan keinginan kita,” kata Jokowi.
Menggapi pernyataan ini, Sejarawan J.J. Rizal menilai pernyataan Jokowi itu menunjukkan nasionalisme yang sempit dan picik.
“Klaim Pak Jokowi tentang Istana Negara, Istana Merdeka, dan Istana Bogor yang bau kolonial karena bekas istana Gubernur Jenderal kolonial Belanda merupakan menunjukkan nasionalisme sempit, picik, cupet,” kata Rizal (13/8/2024).
Rizal mengatakan bahkan dari gedung-gedung kolonial itu lahir pemuda-pemuda perintis nasionalisme, misalnya Stovia. Oleh karena itu, menurutnya, keberadaan gedung-gedung itu untuk menjelaskan kolonialisme telah takluk oleh nasionalisme.
“Dari ibu kota kolonial lahirlah bangsa Indonesia, negara Indonesia. Ibu kota kolonial dengan gedung-gedungnya diubah Sukarno jadi ibu kota nasional, gedungnya dijadikan museum agar jadi mesin pengingat kejahatan kolonial dan budayanya yang bejat jahat,” ujarnya.
Pendiri Komunitas Bambu ini menyatakan bahwa kolonialisme itu warisan pemikiran dan kebudayaan dengan ciri utama, budaya korupsi, kolusi, nepotisme.
“Apa di zaman Jokowi yang kekuatan budaya warisan kolonial nepotisme lenyap?Zaman Pak Jokowi lebih mudah menemukan rasa kolonial daripada harapan kemerdekaan,” lanjut Rizal.
Bagi Rizal, residu negatif kolonial itu warisan dalam pikiran bukan dalam bentuk bangunan.
Rizal mengatakan bahwa Istana berbau kolonial itu sama saja dengan mengejek para pendiri bangsa. Mereka merebut bangunan-bangunan peninggalan Hindia Belanda, dan mengubahnya jadi suatu simbol kemerdekaan dan perjuangan bangsa.
“Jadi, buat orang yang bilang kolonialisme dicium tiap hari di istana, orang-orang itu benar-benar tidak paham, sorry, tidak paham bahwa kolonialsime itu pikiran. Kedua dia mengejek pendiri bangsa terutama Sukarno,” kata Rizal melalui akun instagram pribadinya, @jalanjalanrizal, Rabu (14/8/2024).***(Kalingga Zaman)