SERAYUNEWS— Istilah Lebaran hanya ada di Indonesia, bukan serapan dari bahasa Arab melainkan dari bahasa lokal. Kata ini merujuk pada perayaan hari besar agama Islam baik itu Idulfitri maupun Iduladha.
Setidaknya ada empat bahasa daerah yang menjadi asal kata ini, yaitu bahasa Jawa lebar (selesai), bahasa Sunda lebar (melimpah), bahasa Betawi lebar (luas), dan bahasa Madura lober (tuntas).
Pengamat bahasa Indonesia Ivan Lanin mengatakan, penggunaan istilah Lebaran sudah bermula sejak abad 15.
“Konon juga, budayawan Umar Khayam menyatakan bahwa tradisi perayaan Lebaran dimulai pada abad ke-15 di Jawa oleh Sunan Bonang, salah seorang anggota Wali Songo,” kata Ivan (13/5/2024).
Penjelasan Ivan Lanin ini sesuai dengan artikel budayawan MA Salmun yang dimuat di majalah Sunda tahun 1954. Istilah ini berasal dari tradisi Hindu yang artinya selesai, usai, atau habis.
Dalam hal ini menandakan habisnya masa berpuasa di bulan Ramadan. Para Wali memperkenalkan istilah ini, agar umat Hindu yang baru masuk Islam tidak merasa asing dengan agama yang baru mereka anut.
Makna kata ini sebenarnya mempunyai kaitan dengan kebiasaan orang Hindu setelah melakukan Upawasa. Tradisi ini adalah akar dari kata puasa dalam bahasa Indonesia yang mengalami perubahan morfologis.
Pada tradisi Hindu, Upawasa berakhir dengan perayaan yang melambangkan selesainya tugas atau niat dalam melaksanakan tradisi tersebut. Inilah yang selanjutnya orang sebut sebagai Lebaran.
Dalam perkembangannya sebagian orang Jawa memaknai lebaran sebagai kata wis bar yang berarti sudah selesai. Maksudnya, sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Bar sendiri adalah bentuk pendek dari kata lebar dalam bahasa Jawa yang artinya selesai.
Sebagian besar orang Jawa lebih senang menggunakan kata bodo (ba”dal) secara harfiah berarti setelah, usai, pasca. Walau artinya sama dengan lebaran, tetapi bodo bisa juga bermakna terselesaikannya beban dosa, beban kesalahan, dan tumpukan kotoran hidup lainnya yang lantas berganti dengan kelapangan hati.
Penggunaan istilah bodo menggantikan kata Lebaran. Kemudian, lebih sering menggunakan istilah sugeng riyadi sebagai ungkapan selamat Idulfitri.
Baik lebaran atau bodo bisa bermakna dalam satu tarikan napas, kepurnaan ujian yang membawa kelapangan, bahwa hidup bukanlah tanpa kesulitan. Kesulitan bukanlah kutukan yang mendorong keputusasaan dan kesesatan puasa melatih kita sabar menghadapi kesulitan dan cobaan.
Dalam sebuah hadis dikatakan, ”Ketahuilah bahwa pertolongan itu ada bersama dengan kesabaran dan jalan keluar itu selalu beriringan dengan cobaan.”*** (O Gozali)