
SERAYUNEWS – Keluarga korban dugaan penganiayaan di Pondok Pesantren Andalusia, Kecamatan Kebasen, Banyumas, tetap memilih jalur hukum untuk persoalan tersebut. Hal itu disampaikan setelah melakukan audiensi Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto pada Senin (10/11/2025).
Daei pihak korban hadir Ayah dan ibunya. Pihak Pondok Pesantren Andalusia, diwakili oleh Rujito dan kuasa hukum Untung Waryono SH. Hadir juga dua pelaku RYN dan DVN.
“Kami tetap berharap kasus ini diproses secara hukum,” kata ayah korban GSA, Suparjo.
Langkah yang dipilih itu bertujuan untuk membuat efek jere pelaku. Pasalnya, informasi yang Suparjo dapat, RYN dan DVN bukan kali pertama bersikap seperti itu kepada juniornya.
Suparjo menambahkan, sejak adanya peristiwa penganiayaan terhadap anaknya itu, pihak keluarga pelaku tidak menunjukkan iktikad baik.
“Tidak ada permintaan maaf atau komunikasi langsung dari keluarga pelaku,” ujar Suparjo.
Kuasa hukum keluarga korban, H. Djoko Susanto SH, menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran bagi lembaga pendidikan dan tempat ibadah dalam melindungi anak-anak.
“Korban masih di bawah umur dan mengalami kekerasan. Proses hukum penting untuk mencegah kejadian serupa,” katanya.
Djoko juga menanggapi keberatan pihak pesantren terhadap pemberitaan media. Ia menekankan bahwa media memiliki peran publik yang dilindungi Undang-Undang Pers.
“Jika merasa dirugikan, silakan gunakan hak jawab. Media berhak memberitakan peristiwa faktual,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum Ponpes, Untung Waryono SH, memilih tidak memberikan keterangan usai mediasi. “No komen,” ujarnya singkat. Pernyataan serupa juga disampaikan perwakilan ponpes, Rujito.
Diberitakan sebelumnya, seorang santri di Pondok Pesantren Andalusia, Kecamatan Kebasen, Banyumas, mengalami luka lebam dan sobek di bibir.
Santri berinisial GSA (17) ini mengalami penganiayaan oleh senior santri di Ponpes tersebut, pada Jumat (07/11/2025) malam.
Diduga, dua senior di Ponpes Andalusia yang melakukan penganiayaan adalah RYN (20) dan DVN (19).
Guna menghadapi persoalan tersebut, orang tua GSA meminta perlindungan hukum ke Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto.
GSA menceritakan kronologi awal terjadinya peristiwa yang dialaminya. Saat itu, dia hendak mengambil kembalian uang di penjual ketoprak, yang berdagang di luar pondok Andalusia.
Saat itu, pintu gerbang susah akan ditutup karena jam malam. Karena sudah hampir di tutup, GSA berlari, dengan tujuan agar tidak terlambat masuk.
Namun yang dilakukan GSA dianggap pelanggaran oleh RYN, yang bertugas sebagai pengurus divisi keamanan pondok Andalusia.
“Setelah saya kembali, saya langsung dipanggil dan dipukul menggunakan peci hingga bibir saya pecah,” kata GSA, saat memberikan keterangan di Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto, Sabtu (08/11/2025) malam.
GSA kemudian diinterogasi oleh para seniornya. Awalnya diinterogasi di tempat terbuka dan di hadapan santri lainnya.
Tetapi kemudian GSA diajak ke tempat tertutup tersebut. Di tempat itu, senior DVN ikut melakukan pemukulan hingga menyebabkan luka lebam di bawah mata korban.
“Pemukulan dilakukan beberapa kali, bahkan saya juga disembur air,” ujar GSA.