
SERAYUNEWS- Pemerintah belum dapat memastikan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, meski publik menunggu pengumuman yang dijadwalkan pada 21 November 2025.
Hingga hari ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI masih merampungkan dasar hukum baru yang menjadi acuan kenaikan upah minimum tahun depan.
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya mengenai alasan mengapa kenaikan UMP 2026 belum ditentukan? Berikut pernyataan dari Pemerintah menunda pengumuman resmi:
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memastikan bahwa pemerintah tidak terikat pada tanggal pengumuman UMP karena proses penyusunan regulasi masih berjalan.
Kemenaker tengah menyiapkan aturan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024.
Sebelumnya, dasar penetapan upah minimum masih berupa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker). Tahun ini, pemerintah ingin memperkuat legitimasi formula kenaikan UMP melalui regulasi setingkat PP yang lebih komprehensif dan mengikat.
“Tidak ada keterikatan pada tanggal 21 November. Regulasi sedang kami selesaikan,” ujar Yassierli dalam konferensi pers di Jakarta, pada Kamis (20/11/2025).
Melalui PP tersebut, pemerintah ingin memasukkan variabel tambahan untuk memperbaiki formula kenaikan UMP. Beberapa faktor yang sedang difinalkan antara lain:
⦁ Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
⦁ Disparitas atau kesenjangan upah antarwilayah
⦁ Peran lebih besar Dewan Pengupahan Provinsi dan kabupaten/kota
⦁ Indeks pertumbuhan ekonomi lokal
Yassierli menegaskan bahwa UMP 2026 tidak akan seragam lagi seperti tahun sebelumnya. Kenaikan upah akan berbeda antarprovinsi sesuai kondisi ekonomi masing-masing daerah.
“Kapan diumumkan? Insyaallah akan kami sampaikan setelah semua selesai,” tambah Yassierli.
Berbeda dengan 2025, di mana kenaikan UMP ditetapkan satu angka nasional, tahun 2026 pemerintah ingin formula lebih fleksibel dan berbasis data ekonomi regional.
Dewan Pengupahan Daerah diminta menyusun kajian lalu menyerahkan rekomendasi kepada gubernur atau bupati/wali kota.
Pemerintah juga dijadwalkan menggelar sarasehan nasional dengan seluruh kepala dinas tenaga kerja pada Senin, 24 November 2025, untuk membahas formula final.
Penundaan pengumuman ini memunculkan respons dari kalangan pengusaha. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menilai pembahasan UMP kembali memakan waktu karena formula yang berubah setiap tahun.
“Terlalu mepet tenggatnya, karena formula UMP hampir tiap tahun berubah,” katanya.
Bob menyebutkan penentuan indeks (alfa) dalam formula UMP menjadi polemik karena pertumbuhan industri sangat timpang antarwilayah.
Ia mencontohkan:
⦁ Maluku Utara tumbuh 32% pada kuartal II/2025 berkat lonjakan industri nikel
⦁ Banyak daerah lain justru mengalami pertumbuhan negatif
Menurutnya, seharusnya upah minimum hanya menjadi batas bawah, sedangkan penentuan upah ideal dilakukan melalui perundingan bipartit di tiap perusahaan.
Sebaliknya, serikat pekerja menilai penundaan pengumuman membuka ruang ketidakpastian bagi buruh.
Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, meminta pemerintah konsisten menjalankan Putusan MK 168/PUU-XXI/2023, yakni bahwa UMP harus mempertimbangkan:
⦁ Inflasi
⦁ Pertumbuhan ekonomi
⦁ Indeks tertentu
⦁ Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Elly mengingatkan, kenaikan UMP tidak boleh menjadi alasan pengusaha menutup pabrik padat karya. “Jangan sampai kenaikan upah jadi alasan penutupan perusahaan,” tegasnya.
Sementara itu, Presiden KSPN, Ristadi, menolak kenaikan UMP satu angka nasional. Ia menilai upah minimum yang adil justru harus memberi ruang kenaikan lebih besar di daerah upah rendah.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor menegaskan bahwa pemerintah tidak sedang menunda, melainkan memastikan formula UMP benar-benar sesuai putusan MK dan mencerminkan keadilan bagi buruh maupun pengusaha.
Regulasi baru akan mempertimbangkan:
⦁ Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
⦁ Disparitas ekonomi antar daerah
⦁ Kewenangan Dewan Pengupahan daerah
“Kami sedang menyusun formulasi terbaik agar sesuai putusan MK,” ujarnya. Rencananya, pemerintah akan mengundang seluruh kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendiskusikan formula final pada 24 November 2025.
Dengan pendekatan baru, pemerintah menegaskan bahwa:
⦁ Kenaikan UMP 2026 tidak seragam
⦁ Setiap daerah akan memiliki formula masing-masing
⦁ Kenaikan disesuaikan kondisi ekonomi lokal dan struktur industri
⦁ Pemerintah ingin menghindari konflik sosial dan menjaga pertumbuhan ekonomi
Artinya, penetapan upah minimum 2026 tidak sesederhana tahun-tahun sebelumnya, karena mempertimbangkan banyak aspek teknis dan regulatif.