Kampung Laut, Serayunews.com
Salah satunya, seorang guru dari Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas bernama Endang Rohmayanti (41) yang telah memiliki dua anak ini harus rela pulang pergi dengan menempuh perjalanan darat dan laut segara anakan untuk menuju sekolahnya di SMA Negeri 1 Kampung Laut Cilacap.
Sejak tahun 2009 lalu ia lolos CPNS dan mendapat penempatan di sana, sehingga harus pulang pergi tetap dilakoninya demi pengabdiannya kepada negara dan mencerdaskan anak bangsa.
Di hari biasa sebelum pandemi Covid-19, Endang bersama rekan guru lain yang sebagaian besar dari luar Kampung Laut, harus mempersiapkan diri lebih awal agar bisa sampai di sekolah tepat pada waktu jam pelajaran.
Karena tempat tinggalnya jauh dari sekolah, Endang harus berangkat pagi buta, biasanya mulai berangkat dari rumah setelah Subuh dengan menempuh jalur darat hingga Dermaga Sleko Cilacap berjarak sekitar 50 Kilometer yang ditempuhnya sekitar 1,5 jam.
Kemudian, Endang bersama rekan guru lain melanjutkan perjalan laut dari Dermaga Sleko Cilacap menuju Desa Klaces Kecamatan Kampung Laut dengan jarak tempuh sekitar 2 jam dengan menaiki perahu jukung. Bahkan sampai kembali ke rumah, hingga petang hari dan pernah hingga pukul 21.30 WIB.
Dalam perjalanan laut inilah yang membuat para guru harus lebih waspada dan hati-hati. Sebab, selain ancaman gelombang tinggi dan angin kencang, ancaman lain pun bisa saja datang dari hewan buas air seperti buaya dan ular. Bahkan, dalam perjalanannya, perahu yang ditumpangi Endang pernah terbakar dan karam.
“Tahun 2010, pas tepat Hari Pahlawan 10 November, saya waktu itu pas hamil anak pertama usia kandungan 8 bulan, pas kejadian kapal terbakar dan habis, terus kita nyebur ke laut, kemudian ada perahu nelayan yang menolong,” ujar Endang saat ditemui di sekolah, Kamis (10/3/2022).
Namun, karena ukuran perahu penolong terlalu kecil, padahal saat itu ada 13 penumpang yang ikut perahu tenggelam, sehingga air pun masuk ke perahu karena muatannya berlebih, bahkan kepiting tangkapan yang ada di perahu tersebut ikut lepas semua.
“Saya pas hamil kan tidak bisa duduk dan bisanya jongkok, kemudian kepitingnya njepit belakang saya dan tidak boleh gerak, karena sekali gerak otomatis terbalik karena sudah overload,” ujarnya.
Beruntung, dalam peristiwa itu tidak sampai ada korban jiwa. Namun menurut Endang, peristiwa itu hingga kini masih belum bisa dilupakan.
Selain perahu terbakar sejumlah pengalaman peristiwa alam lainnya juga sempat dilalui, seperti melewati pusaran angin puting beliung, bahkan hingga berpapasan dengan buaya muara dan ular berukuran besar, bahkan pernah ada macan kumbang yang terkena perangkap. Sebab wilayah sekolah berada di kawasan Nusakambangan.
Karena banyak tantangan di hadapi oleh para guru, pihak sekolah pun memberikan kemudahan, seperti presensi yang bisa dilakukan di Dermaga agar bisa presensi lebih awal, serta mengadakan pertemuan atau rapat di wilayah daratan Kota Cilacap dan sekitarnya.
“Jadi untuk koordinasi di sekolah kurang maksimal, sebab jika waktu menjelang sore, angin sudah mulai kencang jadi bisa membahayakan perjalanan perahu, jadi kita koordinasi di Kota Cilacap atau di Sidareja,” ujar Sukoyo selaku Kepala SMA N 1 Kampung Laut.
Sukoya menambahkan, bahwa selain dihadapkan dengan kondisi alam segara anakan dengan berbagai potensi ancaman bahaya, juga dihadapkan dengan kompetensi yang lebih, sebab karakter siswa dari Kampung Laut memiliki ciri yang unik dan perlu metode khusus, karena wilayah tersebut termasuk dalam daerah terpencil dan terluar, sehingga informasi masih terbatas.
Untuk itu, pihaknya selalu mendorong kepada guru pengajar berjumlah 22 orang, agar selalu sabar dalam menghadapi perbedaan karakter para siswa tersebut. Sehingga menjadi penyemangat dalam berproses pembelajaran.
“Kalau memang ada guru yang sering mengeluh, bisa suruh datang ke sini, ternyata ada saudara kita yang lebih berjuang di sini,” ujarnya.