
SERAYUNEWS – Konflik internal di Pemerintah Desa (Pemdes) Klapagading Kulon, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, berdampak langsung pada lumpuhnya pelayanan publik dan gagalnya penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat.
Selama hampir dua tahun terakhir, warga menjadi korban konflik antara kepala desa dan perangkat desa.
Dampaknya tidak hanya dirasakan secara administratif, tetapi juga menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
Kepala Desa Klapagading Kulon, Karsono, mengakui konflik internal telah mengganggu kinerja perangkat desa. Akibatnya, berbagai agenda strategis pemerintahan desa tidak dapat dijalankan.
“Pelayanan jelas terganggu. Perangkat berangkat siang, pulang semaunya,” kata Kades Klapagading Kulon, Karsono, ditemui usai acara Road Show Klinik Hukum, Sabtu (13/12/2025) malam.
Karsono menjelaskan, sejumlah dokumen dan forum wajib desa belum terlaksana hingga kini.
“Sampai hari ini RKPDes, MusrenbangDes, maupun APBDes belum dilaksanakan. Ini jelas merugikan masyarakat,” kata Karsono.
Konflik tersebut berdampak serius pada penyaluran bantuan sosial. Data calon penerima tidak diverifikasi secara faktual (verval) dan tidak dimasukkan ke dalam aplikasi SIKS-NG milik Kementerian Sosial.
Pekerjaan itu seharusnya dilakukan oleh perangkat desa sebagai operator resmi sistem bantuan sosial.
“Diperkirakan sekitar 1.000 penerima kehilangan bantuan. Peluang itu hilang karena tidak dimasukkan ke aplikasi. Ini tugas perangkat,” katanya.
Selain bansos, berbagai potensi bantuan pembangunan dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten juga tidak mengalir ke desa akibat konflik yang berlarut-larut.
“Dua tahun kesempatan hilang, masyarakat jelas dirugikan, baik bantuan dari kabupaten, provinsi, maupun pusat,” katanya.
Kondisi ini membuat pembangunan infrastruktur desa nyaris stagnan, sementara kebutuhan warga terus meningkat.
Karsono mengungkapkan konflik bermula dari tudingan pelanggaran yang dialamatkan kepadanya.
Tuduhan tersebut bahkan sempat memicu aksi demonstrasi warga yang menuntut dirinya mundur dari jabatan kepala desa.
Namun hingga kini, menurut Karsono, tidak ada bukti hukum yang menguatkan tuduhan tersebut.
“Sudah hampir dua tahun ini, saya pernah didemo, dilaporkan, tapi sampai sekarang tidak terbukti. Masyarakat akhirnya bingung, mau ikut ke mana,” ujarnya.
Kasus ini telah ditangani pihak kepolisian dan Inspektorat Kabupaten Banyumas, namun belum menghasilkan keputusan hukum yang berkekuatan tetap.
Karsono menambahkan, sejumlah bantuan lain juga gagal direalisasikan akibat kelalaian administrasi, termasuk Program Sarana Umum (PSU) dan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi RT dan RW.
“Beberapa ketua RT dan RW datang ke saya menanyakan bantuan. Termasuk BPJS Ketenagakerjaan, tidak keluar karena belum dimasukkan datanya,” katanya.
Seorang warga Klapagading Kulon, Ahmad Munaidi, membenarkan konflik internal Pemdes telah membawa kerugian besar bagi masyarakat.
“Yang dirugikan itu warga sendiri. Harapannya kalau bisa ya bersatu lagi. Kalau tidak bisa, ya harus tegas, karena kami sudah dirugikan selama ini,” ujarnya.
Ahmad menyebut pembangunan desa nyaris tidak berjalan. Bahkan, santunan kematian yang seharusnya diterima warga juga gagal diberikan.
“Di RT saya ada warga meninggal, harusnya dapat santunan Rp45 juta, kenyataannya tidak bisa. Jadi memang banyak kerugian,” katanya.
Upaya konfirmasi kepada salah satu perangkat desa belum membuahkan hasil. Sekretaris Desa Klapagading Kulon, Edi, yang dihubungi melalui pesan WhatsApp, tidak memberikan jawaban hingga berita ini diturunkan.
Diketahui, konflik internal Pemdes Klapagading Kulon bermula sejak Agustus 2023. Saat itu, Karsono dilaporkan ke Satreskrim Unit Tipikor Polresta Banyumas terkait dugaan penyalahgunaan dana desa.
Laporan tersebut memicu aksi unjuk rasa ratusan warga pada akhir 2023 yang menuntut Karsono mundur. Namun hingga kini, tuduhan tersebut belum terbukti secara hukum.
Pada Jumat (12/12/2025), Karsono menerbitkan Surat Peringatan Kedua (SP II) kepada sembilan perangkat desa setelah Surat Peringatan Pertama (SP I) tertanggal 8 Desember 2025 tidak diindahkan.
Pemerintah desa menilai sejumlah perangkat telah melanggar kewajiban serta tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.