SERAYUNEWS – Kabar gembira bagi masyarakat Jawa Tengah yang mendambakan rumah pertama! Program KPR dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) terus menunjukkan hasil nyata. Hingga 19 September 2025, sebanyak 15.414 unit rumah subsidi telah berhasil disalurkan kepada keluarga di berbagai kabupaten/kota. Pencapaian ini menjadi bagian penting dari upaya pemerintah pusat menggenjot Program 3 Juta Rumah untuk rakyat.
Penyaluran KPR FLPP di Jawa Tengah ini bukan sekadar angka, melainkan wujud komitmen pemerintah untuk memastikan setiap keluarga memiliki hunian yang layak. Program ini dirancang khusus untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar bisa memiliki rumah impian dengan cicilan ringan.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menegaskan bahwa masalah perumahan adalah prioritas utama. Menurutnya, backlog atau kekurangan pasokan rumah di provinsinya masih tinggi, sehingga dibutuhkan kerja sama dari semua pihak untuk mengatasinya.
“Program perumahan ini bukan main-main. Kita harus pastikan satu keluarga punya satu rumah layak huni. Jangan sampai bantuan rumah hanya jadi formalitas, tapi harus benar-benar menyentuh masyarakat miskin,” kata Luthfi dalam Rapat Koordinasi Percepatan Program FLPP di Semarang, Kamis (25/9/2025).
Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemprov Jateng menggandeng kementerian, pemerintah kabupaten/kota, perbankan, hingga para pengembang. Sinergi ini diharapkan dapat memecahkan berbagai kendala yang menghambat penyediaan rumah subsidi.
“Dari sisi pengembang, bank, bupati, walikota, dan DPRD, semua harus bergerak bersama. Mengurus rumah rakyat bukan hanya soal teknis, tapi menyangkut hajat hidup orang banyak,” tegasnya.
Program KPR FLPP menawarkan banyak kemudahan bagi MBR. Melalui BP Tapera, masyarakat bisa mendapatkan KPR bersubsidi dengan bunga tetap hanya 5% selama masa angsuran.
Berikut keuntungan lainnya:
Salah satu kendala klasik dalam pembangunan perumahan adalah lamanya proses perizinan. Menjawab tantangan ini, Gubernur Luthfi membuat gebrakan tegas dengan menginstruksikan percepatan proses perizinan.
“Perizinan baik PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) maupun pemecahan sertifikat di BPN, maksimal harus selesai dalam 10 hari kerja, tidak boleh lebih lama!” tandasnya.
Dengan aturan ini, pengembang diharapkan bisa bekerja lebih cepat, rumah segera terbangun, dan masyarakat bisa lebih cepat menempati hunian barunya. Luthfi memastikan hasil rapat ini akan ditindaklanjuti melalui surat edaran resmi agar semua pihak dapat bergerak serempak mengatasi kendala di lapangan.