Laga uji coba antara AHHA PS Pati milik YouTuber Atta Halilintar melawan Persiraja Banda Aceh jadi perbincangan dunia. Sebab, ada aksi kekerasan pemain AHHA di laga itu.
Saiful Indra Cahya, pemain AHHA PS Pati melakukan tendangan kungfu pada Muhammad Nadhif dari Persiraja. Kronologinya, saat bola ada di antara keduanya, Saiful menendangkan kaki sangat tinggi sehingga mengenai muka Saiful. Kronologi ini banyak muncul di video dunia maya.
Akibat aksi Saiful itu, Nadhif mengerang kesakitan. Bahkan, dampak yang didapatkan Nadhif pun tidak main-main. Beberapa pemberitaan menyebutkan jika Nadhif mengalami patah gigi dan cedera di bagian wajah.
Atas kejadian itu, pihak AHHA sudah meminta maaf secara terbuka. Saiful diberi teguran resmi dari AHHA.
Insiden brital langsung menarik perhatian media Spanyol, Marca. Marca memberitakan insiden ini. Judulnya jika diterjemahkan bebas dalam bahasa Indonesia adalah “Persahabatan di Indonesia tidak selalu bersahabat: tendangan pembunuh tahun ini?”
Dari judul itu diketahui bahwa laga ini hanyalah uji coba atau persahabatan. Namun, pertandingannya jelas tidak persahabatan. Sebab, ada tendangan yang dituding sebagai tendangan pembunuhan.
Diketahui, AHHA PS Pati adalah klub Liga 2. Sementara, Persiraja adalah klub Liga 1. AHHA menjadi pemberitaan salah satunya karena dimiliki oleh YouTuber ternama Atta Halilintar.
Lalu bagaimana?
Pertama, sebenarnya jika mau menelisik lebih jauh, sepak bola profesional bukan hanya soal olahraga. Sepak bola adalah tempat para pemain untuk mencari nafkah. Mereka hidup dan menghidupi keluarganya dengan bermain sepak bola.
Maka, sportivitas dalam sepak bola bukan hanya dalam kerangka olahraga, tapi juga dalam rangka menjaga periuk masing-masing. Coba bayangkan saja, jika seorang pemain cedera parah karena aksi brutal pemain lain, maka cedera bisa jadi petaka.
Pemain sepak bola yang cedera adalah mereka yang kehilangan sumber nafkah. Cedera membuatnya menepi, tak main bola lagi. Jika cedera parah, maka bisa pensiun dini. Sumber pendapatan akan berhenti. Pemain sepak bola bukan ASN yang setelah pensiun akan dapat gaji bulanan pensiun.
Harusnya, hal ini dipahami. Artinya, bagaimana tiap pemain sepak bola saling menjaga jalan nafkahnya. Berapa orang di keluarga yang kehilangan sumber pendapatan ketika seorang pemain cedera dan pensiun dini?
Kedua, tentu saja insiden makin menenggelamkan sepak bola Indonesia. Indonesia yang dulu pernah jadi macan Asia, kini jadi macan ompong. Sepak bola Indonesia tak ada gemanya di luar negeri. Timnas Indonesia senior saja mendapatkan gelar mayor terakhir kali pada 1991 di ajang Sea Games.
Di kualifikasi Piala Dunia 2022, hanya bisa mendapatkan satu poin. Babak belur di tangan Malaysia dan Vietnam. Prestasi yang tak membanggakan. Nah, di tengah itu, muncul pemberitaan tentang brutalnya pemain level Liga Indonesia.
Tentu saja, tidak semua pemain Liga Indonesia bermain parah seperti adegan AHHA PS Pati vs Persiraja. Namun, ketika cerita kekerasan itu menjalar sampai luar negeri, akan memberi stigma pada sepak bola Indonesia. Bisa saja ada yang berseloroh, ”Oh sepak bola kungfu itu ya?”
Tentu saja kekerasan dalam sepak bola tidak bisa dijadikan contoh. Tapi bagaimana jika kekerasan itu terjadi di tengah kondisi sepak bola yang tak membanggakan? Menyedihkan memang.
Ketiga, insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi insan sepak bola Indonesia. PSSI dan klub, harus tegas dalam kejadian seperti ini. Tegas dalam rangka menyelamatkan sepak bola Indonesia. Tentunya agar kejadian ini tak terulang lagi.
Asosiasi pemain profesional dan para pemain, juga harus saling menjaga dan mengingatkan. Bagaimanapun sepak bola Indonesia sebagian besar tergantung dari para pemainnya. Jika aksi brutal ada di lapangan, maka akan membunuh sepak bola Indonesia.
Jika stigma terus muncul, jangan heran jika para pesepak bola Indonesia kemudian dilarang main di luar negeri. Cerita kekerasan di lapangan itu bisa menjadi cerita panjang. Negara sebesar Indonesia, milih 11 orang hebat saja sudah kesulitan, apalagi ditambah aksi kungfu yang menghebohkan.