Advertisement
Advertisement
Purwokerto, Serayunews.com
Dalam zoom meeting bersama Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Rabu, (18/5/2022), pemerhati pendidikan yang juga penggagas Sekolah Ilmuwan Minangkabau, Ikhsyat Syukur mengungkapkan, sebelumnya pemerintah menetapkan Ujian Nasional (UN) sebagai alat ukur kualitas pendidikan. Namun, seiring berjalannya waktu terjadi perubahan dan tahun 2019, pemerintah menggagas untuk dilakukan Asesmen Nasional yang kemudian baru dilakukan pada tahun 2021.
Asesmen Nasional merupakan program penilaian terhadap mutu setiap sekolah pada semua jenjang pendidikan. Kualitas pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar peserta didik. Antara lain terkait pemahaman seputar literasi, numerasi dan karakter.
“Hasil AN ini cukup memprihatinkan, dari sisi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) misalnya, dalam hal literasi ditemukan fakta, 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum. Dan dalam numerasi, 2 dari 3 peserta didik juga belum mencapai kompetensi minimun. Jadi mencapai kompetensi minimun saja belum,” ungkapnya.
Selain AKM, Ikhsyat juga memaparkan tentang hasil survei karakter. Dimana kemandirian dan kebhinnekaan global sangat rendah. Pada sisi lain, imlak dan kreativitas tinggi. Menurutnya, semakin baik karakter, maka akan semakin meningkat pula pemahaman terhadap literasi dan numerasi.
“Hal lain yang juga mengundang keprihatinan kita adalah, kesenjangan kualitas pendidikan di Jawa dan luar Jawa sangat ekstrem. Sekolah terbaik di luar Jawa, bahkan kualitasnya masih di bawah sekolah yang terjelek di Jawa,” tuturnya.
Kualitas pendidik
pada kesempatan tersebut, Ikhsyat juga menjelaskan tentang Program for International Student Assessment (PISA), yang merupakan program untuk menilai peserta didik dari seluruh negara. Sejak bergabung, pada tahun 2000, Indonesia menempati urutan ke-39 dari total 41 negara. Posisi Indonesia sebenarnya mengalami perkembangan pada survei tahun 2015. Namun, tahun 2018 dari penilaian PISA, pendidikan di Indonesia kembali menurun dan menempati posisi ke-71 dari total 78 negara.
“Penilaian PISA terakhir tahun 2018, posisi Indonesia menurun, baik dari sisi science, matematika hingga literasi. Sebenarnya, PISA akan kembali dilakukan tahun 2021 lalu, namun tekendala pandemi Covid-19, sehingga baru akan dilakukan tahun ini,” terangnya.
Terkait rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, Ikhsyat mengatakan, banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah SDM dari para tenaga pendidik sendiri. Fakta di lapangan, sebagian besar orang yang menempuh pendidikan pada jurusan kependidikan, bukanlah dari kalangan yang mempunyai prestasi akademik terbaik.
“Saya pernah hadir dalam suatu acara guru-guru, pada saat itu ada pejabat yang bertanya, siapakah dari para guru yang hadir di lokasi tersebut, yang dulu sewaktu sekolah menduduki peringkat 10 besar terbaik di kelas. Dan tidak ada guru yang mengangkat tangan, ini fakta dan kita harus menerimanya, bahwa profesi guru tidak diduduki oleh orang-orang yang unggul dalam prestasi akademik,” jelasnya.