SERAYUNEWS– Oknum advokat asal Salatiga, Jawa Tengah, PMA (63) dituduh melakukan pengelapan uang sebesar Rp190 juta. Hingga akhirnya harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto, Kamis (7/3/2024) dengan agenda pembacaan dakwaan. Namun, setelah pembacaan dakwaan tersebut pihak penasihat hukum merasa keberadan dan bakal mengajukan keberatan pada sidang berikutnya.
Sidang tersebut dipimpin oleh Majelis Hakim Rudy Ruswoyo didampingi oleh Hakim Anggota Veronica Sekar Widuri dan Kopsah. Sidang agenda pembacaan dakwaan berlangsung cukup cepat. Setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaskaan Negeri (Kejari) Purwokerto yakni Pranoto dan Boyke Hendro Utomo medakwa PMA dengan Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP subsidair pasal 372 KUHP Jo pasal 56 ke-2 KUHP atau paasal 263 ayat(1) KUHP Jo pasal 55 ayat(1) ke-KUHP atau pasal 266 ayat(1) KUHP Jo pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP, dengan ancaman empat tahun penjara. Sidang pun akan berlanjut pada Rabu (13/3/2024) medatang.
“Kami selaku penasihat hukum pada sidang pedana hari ini yang agendanya pembacaan dakwaan, yang telah kami terima. Bahwa dakwaan yang dibacakan oleh JPU menurut pendapat kami dakwaan yang beliau sampaikan itu dakwaan yang kabur. Oleh karenanya kami tadi menyampaikan pada minggu depan tanggal 13 (Maret, red) hari Rabu akan kami akan kami ajukan keberataan tentang materi dakwaan,” ujar penasihat hukum PMA, Nurachman Kuncoroadi.
Menurut Nurachman, kliennya merupakan seorang pengacara yang telah malang melintang selama 35 tahun. Kliennya telah berbuat banyak kepada aparat penegak hukum di Indonesia, sekarang justru dijebak oleh oknum penyidik dari Polda Jateng. “Yang mana dalam sruat perintah dimulai penyidikan itu berubah-ubah, SPDP pertama identitas seorang pengacara dikaburkan. SPDP kedua di tahun 2021 dikaburkan dan yang ketiga juga dikaburkan,” kata dia.
Selain itu masih menurut Nurachman ada juga kesalahan penyebutan nama hingga tanggal lahir dalam proses Surat Pemeritahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). “Bagaimana coba kita bisa bayangkan oknum penyidik Polda Jawa Tengah berbuat seceroboh mungkin terhadap seorang pengacara yang sudah senior. Apakah itu orang yang sama. Jangan-jangan bukan pak (kliennya, red). SPDP itu ada tetapi yang dianggap yang ketiga saja, tidak pernah dibuka SPDP pertama dan SPDP kedua. Artinya dakwaan JPU akan kami sampaikan dalam nota keberatan itu dakwaan yang kabur, orangnya pastinya bukan beliau bisa jadi orang lain dengan tanggal lahir yang berbeda,” ujarnya.
Selain itu merujuk dari formalitas yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Jateng terkait perpanjangan penahanan bahwa yang berkaitan lokus dan tempus deliktinya berada di PN Surakarta. Namun, justru menjalani persidangan di PN Purwokerto.
“Jadi seharusnya kompetensi relatif untuk pengadilan yang berhak untuk memeriksa dan mengadili adalah Pengadilan Negeri Surakarta bukan Pengadilan Negeri Purwokerto. Ditambah lagi satu hal dalam daktawaan tersebut menbyebutkan bahwa klien kami telah menerima dana sebesar Rp190 juta, angka tersebut dijelaskan panjang lebar tetapi tidak menyebutkan tanggal berapa untuk apa,” kata dia.
Sementara itu menurut JPU Kejari Purwokerto, Pranoto persidangan tersebut setelah terdakwa PMA bersama-sama dengan CD (terpidana dalam berkas terpisah sesuai putusan Mahkamah Agung RI Nomor 419K/Pid/2024) pada hari Jumat tanggal 10 Febuari 2017 di Kantor KPKNL Purwokerto Jalan Pahlawan Nomor 876 Purwokerto, Kabupaten Banyumas, telah memiliki uang Rp 2.500.000.500. Uang tersebut merupakan hasil lelang empat sertifikat tanah kepunyaan saksi Lisanjati Utomo Binti Widyo Utomo (alm) yang digunakan sebagian jaminan.
Dalam lelang tersebut diketahui CD mewakili KSU Artha Megah Surakarta yang sudah tidak beroperasi lagi karena izin operasionalnya hanya sampai tanggal 25 Januari 2015. Padahal CD sudah tidak menjabat lagi di KSU Artha Megah Surakarta, kemudian dari hasil lelang terhadap empat buah sertifikat tanah kepunyaan saksi Lisanjati Utomo diperoleh uang sebesar uang sebesar Rp 2.500.000.500, dan terdakwa PMA memperoleh sebanyak Rp190 juta.