Banyumas, serayunews.com
Setiap pagi hari sekitar pukul 03.30 WIB, dirinya terbangun dari tidur, mempersiapkan diri untuk berangkat pergi ke Sungai Serayu. Bermodalkan kapal kecil yang terbuat dari bambu dan peralatan serok pasir sederhana, dirinya menuju ke tengah Sungai Serayu.
“Sekitar jam 4 pagi, saya sudah mulai menambang pasir. Pulangnya ya nanti sekitar jam lima sore,” ujar dia, Rabu (29/9).
Penambang pasir, saat ini menjadi pekerjaan utamanya. Meski sebelumnya Ia bekerja sebagai pedamping wisata desa sekaligus tour guide wisatawan yang hendak berlibur di Kabupaten Banyumas. Namun, selama pandemi ini, banyak objek wisata yang tutup, wisatawan yang sepi, hingga tidak adanya desa-desa yang mengembangkan wisata.
“Jadi sejak tahun 2020 awal, memang sudah sulit mendapatkan pekerjaan di wisata. Saya bingung, menganggur. Saya akhirnya kepikiran buat menambang pasir, karena itu juga dekat dengan rumah saya,” ujarnya.
Sehari dari menambang pasir dari pagi buta hingga sore hari, dirinya mendapatkan bayaran sekitar Rp 75 ribu, berbanding terbalik pada saat dirinya menjadi pendamping desa wisata yang penghasilan satu bulannya mencapai Rp 5-6 juta. Cukup, namun sangat pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Terlebih dirinya harus menghidupi keluarga, serta menyekolahkan anaknya.
“Kemarin anak saya lulus SMA, rencananya mau saya kuliahkan. Tetapi bagaiamana lagi, karena tidak ada biaya, saya bilang ke anak saya tidak bisa kuliah sekarang. Anak saya satu lagi itu masih SD,” kata dia.
Demi menambahkan penghasilan, istrinya bahkan ikut bekerja di sekitar tempat penambang pasir. Istrinya berjualan warung kopi. Setiap hari mereka selalu bekerja bersama. Meski demikian, Ia mengaku tidak mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. Mungkin karean melihat pekerjaannya yang terdahulu. Namun, sekali lagi hal tersebut tidak mematahkan semangatnya untuk terus berjuang, terus menghidupi keluarganya.
Suho juga merupakan orang yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Tak jarang dirinya membantu masyarakat desanya untuk membentuk kelompok-kelompok, dari mulai kelompok tani, hingga kerajian lainnya. Memang, tidak ada bayaran. Namun, Ia menyukai karena bisa bersial dan membantu sesama.
“Kalau memang wisata bisa kembali dibuka, saya ingin bekerja lagi di seputar wisata. Karena saya senang bersosial, ngobrol sama orang baru, berbagi pengalaman juga,” ujarnya.