SERAYUNEWS – Publik sempat menanti aksi demonstrasi besar-besaran yang digagas Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan bertajuk Indonesia C(emas) Jilid II.
Namun, rencana aksi yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 2 September 2025, mendadak dibatalkan.
Keputusan itu memunculkan tanda tanya: apa sebenarnya yang membuat mahasiswa memilih mundur di saat semua persiapan sudah digencarkan?
Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan, Muhammad Ikram, menjelaskan pembatalan ini bukan tanpa alasan.
Ia menegaskan, kondisi di Jakarta dan beberapa daerah lain semakin tidak kondusif. Kerusuhan yang meluas dianggap berpotensi menodai tujuan utama mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi.
“Daripada memaksakan aksi di tengah situasi memanas, lebih baik kami mundur selangkah dan memastikan keresahan kami tersampaikan dengan baik di waktu yang tepat,” kata Ikram.
Sebelumnya, BEM SI juga menunda aksi yang mestinya digelar sehari sebelumnya, Senin, 1 September.
Namun karena situasi belum membaik, keputusan penundaan berubah menjadi pembatalan. Langkah ini dipandang sebagai strategi, bukan tanda menyerah.
Demo bertajuk Indonesia C(emas) Jilid II sejatinya mengusung 11 tuntutan penting. Beberapa poin yang menonjol antara lain:
Daftar tuntutan itu mencerminkan kekhawatiran mahasiswa terhadap arah kebijakan negara.
Bagi BEM SI, isu tersebut bukan sekadar retorika, tetapi bagian dari upaya menjaga demokrasi dan keadilan sosial.
Alasan utama batalnya aksi memang terletak pada situasi ibu kota yang tak terkendali.
Sejak akhir Agustus, Jakarta dilanda kerusuhan bersamaan dengan demonstrasi yang menolak kenaikan tunjangan rumah anggota DPR RI.
Perusakan, penjarahan, hingga bentrokan dengan aparat terjadi di beberapa titik. Transportasi umum sempat lumpuh, dan korban berjatuhan.
Salah satu yang paling menyita perhatian publik adalah tewasnya seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan setelah tertindas kendaraan taktis pada 28 Agustus.
Selain Affan, banyak korban lain yang terluka maupun kehilangan nyawa. Situasi ini membuat aksi mahasiswa berpotensi sulit dikendalikan.
Alih-alih menjadi ruang aspirasi, demonstrasi dikhawatirkan berubah menjadi bagian dari kerusuhan yang lebih luas.
BEM SI menegaskan bahwa keputusan membatalkan aksi bukan berarti surut dari perjuangan.
Sebaliknya, ini dipandang sebagai cara menjaga agar gerakan mahasiswa tetap murni, tidak ditunggangi pihak lain, dan tidak diseret ke dalam kepentingan kelompok tertentu.
Dengan menunda aksi, BEM SI menunjukkan sikap hati-hati.
Mereka sadar, di tengah kondisi panas, risiko aksi ditunggangi oleh provokator sangat besar.
Bagi mahasiswa, menjaga kredibilitas gerakan sama pentingnya dengan menyuarakan tuntutan.***