SERAYUNEWS – Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto, Melcky Johny Otoh mengabulkan seluruh gugatan praperadilan oleh pemohon Mochamad Zakaria.
Termasuk penetapan tersangka kasus pemalsuan akte otentik yang distatuskan kepada Mochamad Zakaria, dinyatakan tidak sah secara hukum dalam persidangan di PN Purwokerto, Selasa (1/10/2024).
“Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon sesuai surat Reskrim Polda Jawa Tengah tertanggal 20 Juni 2023, tidak sah secara hukum,” ujar Hakim Melcky.
Selain itu, Hakim Melcky juga meminta agar termohon dalam hal ini Polda Jateng, untuk menghentikan penyidikan. Karena perkara tersebut bukan perkara tindak pidana, namun peristiwa perdata.
Penasihat hukum tersangka Muchamad Zakaria selaku pemohon gugatan praperadilan, Fajar Andi Nugroho, menyampaikan terimakasih atas putusan hakim.
“Karena upaya kita terkabulkan, dari awal klien kita jadi tersangka, tapi surat perintah penyidikannya kami belum pernah dapat. SPDPnya (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) terkait 24 Febuari itu, kami belum pernah dapat,” ujar dia.
Selain itu, jika sesuai putusan mahkamah konsitusi, SPDP seharusnya diberikan kepada klien maupun kuasa hukumnya.
“Ternyata kami tidak dapat, sehingga kami mengajukan gugatan awal di PN Purwokerto. Dalam perjalanannya memang ada gugatan di Semarang, tapi sedikit tidak pas. Karena apa putusan di PN Semarang menganulir PN Purwokerto. Jadi putusan pra dianulir dengan putusan pra, sehingga kami melakukan upaya hukum lagi ketika mereka melakukan upaya hukum lanjutan,” kata dia.
Ketika proses tersebut berlanjut, lawan dari klien Fajar merujuk pada Sprindik tanggal 10 Januari 2024. Namun, pada saat itu pun pihaknya tidak mendapatkan SPDPnya.
“Atas hal seperti itu, kami melakukan upaya ini. Kami berterimakasih dengan PN Purwokerto,” ujarnya.
Menurut Fajar, semua upaya yang dia lakukan sudah sesuai dengan peraturan yang ada.
“Praperadilan berkaitan dengan formal, kita melihatnya dari aspek dasar hukum penetapan tersangka itu betul atau tidak. Kita tidak bicara materi, sedangkan mereka bicara mengenai materi adanya hasil lab. Apapun tindakan penyidikan yang tidak punya dasar hukumnya, tidak punya legal standing tidak punya surat perintah penyidikan, tidak sah dan tidak pas. Itu juga sesuai keterangannya saksi ahli yang kami hadirkan kemarin,” kata dia.
Penasihat Hukum Pelapor, John Richard Latuihamallo atas putusan Hakim, pihaknya bakal mempertimbangkannya. Karena putusan tersebut, dia anggap melawan hukum.
“Putusan tersebut jelas bersifat melawan hukum dan tidak mungkin kita benarkan. Kita akan ambil upaya hukum, pertama kita akan membuatkan surat Mahkamah Agung untuk mengklarifikasi mengenai putusan tersebut. Kemudian kita akan mengajukan lagi upaya hukum pidana bersifat praperadilan juga. Karena tentunya putusan tersebut tidak dibenarkan,” ujarnya.
John juga berpendapat, putusan tersebut ada perbuatan melawan hukum yang bersifat masiv.
“Karena putusannya sama dengan yang kemarin. Berarti ada dua putusan, putusan di PN Semarang masih berlaku. Kita akan meminta penyidik Polda Jateng, untuk melanjutkan hal tersebut karena mengacu pada PN Semarang,” kata dia.
Selain itu, menurutnya keputusan Hakim Melcky sudah masuk ke pokok perkara materil yang seharusnya bisa jadi pertimbangan pada hal lainnya.
“Ada putusan perdata segala macam itu, itu kan nanti dipertimbangkan bukan di praperadilan ini, tetapi dipertimbangkan pada perkara pokok apabila masuk di dalam pengadilan. Dari putusan ini sudah kelihatan, hakim sudah salah dalam menerapkan hukum. Bahkan bersifat melawan hukum keputusan tersebut, dan itu yang kami sayangkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Polda Jateng dipraperadilankan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto terkait penanganan kasus penipuan. Pihak yang mengajukan praperadilan adalah tersangka Mochamad Zakaria.
Mula kasus ini adalah ketika ada jual beli tanah milik Damarus Tan di Desa Tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas.
Pembeli tanah tersebut adalah Mochamad Zakaria. Pembelian dengan pembayaran secara tempo. Namun, karena hingga batas waktu tidak ada pembayaran, jual beli tersebut beralih dengan kerjasama bisnis properti.
Namun dalam perkembangannya, ahli waris Damarus Tan menduga adanya tindak pidana penipuan atau penggelapan dan pemalsuan surat. Sehingga, mereka melaporkan Mochamad Zakaria ke Polda Jateng.