
SERAYUNEWS- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI memaparkan kondisi terkini pendidikan nasional yang terus mengalami kemajuan, namun masih menyisakan banyak pekerjaan rumah (PR) strategis yang harus diatasi bersama.
Widyaprada Ahli Utama Kemendikdasmen RI, Jumeri memotret realitas pendidikan dari berbagai sudut: capaian, tantangan, hingga langkah transformasi yang sedang dan akan dilakukan pemerintah.
Ia menegaskan bahwa meskipun sejumlah indikator menunjukkan perbaikan, kualitas pendidikan Indonesia masih menghadapi gap besar yang perlu ditangani secara cepat, sistematis, dan kolaboratif.
Paparan tersebut disampaikan Jumeri saat Seminar Nasional Pendidikan 2025 bertema “Transformasi Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Mendukung Visi Indonesia Emas 2045 dalam Program Asta Cita Presiden RI” di Auditorium UIN Saizu, Selasa, 9 Desember 2025.
Kemendikdasmen mencatat bahwa Angka Partisipasi Sekolah (APS) di sebagian besar daerah telah mendekati universal. Namun, beberapa kabupaten/kota masih berada jauh di bawah rata-rata nasional terutama pada kelompok usia 13–15 tahun dan 16–18 tahun.
“Capaian APS kita terus naik, tetapi pemerataannya belum merata. Masih banyak anak usia sekolah yang tertinggal, terutama di wilayah tertinggal dan 3T,” tegas Jumeri.
Data menunjukkan 60 persen SD di Indonesia membutuhkan perbaikan sarana dan prasarana. Kondisi ruang kelas pada jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK masih menunjukkan ketimpangan yang cukup tajam.
Menurut Kemendikdasmen, infrastruktur pendidikan yang kurang layak berpengaruh langsung terhadap kualitas proses belajar.
Pemerintah pun menyiapkan program revitalisasi besar-besaran dengan skema swakelola agar sekolah bisa memperbaiki fasilitas secara mandiri dengan melibatkan masyarakat.
Dalam paparannya, Jumeri AS menyoroti data hasil asesmen internasional PISA 2022 yang menunjukkan:
⦁ 75% siswa usia 15 tahun memiliki kemampuan membaca di bawah standar minimum.
⦁ 82% siswa usia 15 tahun berada di bawah level kompetensi matematika.
⦁ Kemampuan sains juga masih tertinggal dari rerata global.
“Artinya, banyak siswa masih kesulitan memahami bacaan panjang dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Ini PR besar yang harus kita jawab,” ujarnya.
Kesenjangan kualitas hasil belajar juga nyata antarwilayah. Sebagian besar kabupaten/kota di kawasan Indonesia Timur berada pada kelompok terendah dalam literasi dan numerasi.
Kemendikdasmen mengakui bahwa kualitas guru merupakan faktor kunci. Meski berbagai program peningkatan kompetensi dan kesejahteraan terus dilakukan mulai dari tunjangan non-ASN, kenaikan tunjangan profesi, hingga beasiswa RPL peningkatan kualitas guru masih perlu dipercepat.
Transformasi pembelajaran melalui pendekatan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) juga menjadi fokus utama agar proses belajar benar-benar bermakna, berkesadaran, dan menggembirakan.
Program digitalisasi pembelajaran terus digencarkan. Hingga akhir 2025, lebih dari 278 ribu Papan Interaktif Digital (PID) telah disalurkan ke sekolah-sekolah.
Namun, pemerataan akses internet dan kesiapan guru mengintegrasikan teknologi masih menjadi hambatan di daerah tertentu.
“Digitalisasi bukan hanya soal perangkat, tetapi soal kompetensi guru, kesiapan sekolah, dan ekosistem pembelajaran yang mendukung. Ini masih PR bersama,” jelas Jumeri.
Transformasi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) juga menjadi bagian penting dari PR pendidikan. Kebijakan empat jalur Domisili, Afirmasi, Prestasi, dan Mutasi disusun untuk mengurangi ketimpangan akses pendidikan bermutu.
Namun dalam praktiknya, Kemendikdasmen melihat perlunya penguatan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota agar implementasi SPMB benar-benar berkeadilan dan inklusif.
Meskipun Indonesia terus mencatat kemajuan, Kemendikdasmen menegaskan bahwa pekerjaan rumah pendidikan tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah pusat seorang diri.
Peran pemerintah daerah, satuan pendidikan, guru, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat sangat menentukan.
“Jika kita ingin benar-benar menuju Indonesia Emas 2045, kita harus menutup jurang kualitas pendidikan. Arah kebijakan sudah jelas, data sudah ada, sekarang saatnya bergerak bersama,” tutup Jumeri.