SERAYUNEWS– Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang umat Islam untuk mengucapkan salam lintas agama ramai. Padahal, ini menjadi putusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Sungailiat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.
Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof M Asrorun Ni’am Sholeh, toleransi umat beragama harus dilakukan selama tidak masuk ke dalam ranah akidah, ibadah ritual dan upacara-upacara keagamaan. Masyarakat diminta tak mencampuradukan ajaran agama.
Prof Ni’am menuturkan, seperti mengucapkan selamat hari raya agama lain, menggunakan atribut hari raya agama lain, memaksakan untuk mengucapkan atau melakukan perayaan agama lain atau tindakan yang tidak bisa diterima oleh umat beragama secara umum.
“Beberapa tindakan sebagaimana yang dimaksud seperti di atas dianggap sebagai mencampuradukkan ajaran agama,” terangnya saat menyampaikan hasil Ijtima Ulama VIII poin 3 terkait Fikih Toleransi dalam Perayaan Hari Raya Agama Lain.
Meskipun demikian, MUI menegaskan, umat Islam harus tetap menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan bagi umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka.
Prof Ni’am menjelaskan, setidaknya ada dua bentuk toleransi beragama yakni dalam hal akidah dan muamalah. Dalam hal akidah, sambungnya, umat Islam wajib memberikan kebebasan kepada umat beragama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannya dan tidak menghalangi pelaksanaanya.
“Dalam hal muamalah, bekerja sama secara harmonis serta bekerja sama dalam hal urusan sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” tutup Prof Niam dikutip dari laman MUI, Senin (3/6/2024).
Senada, Wakil Sekretaris Jenderal MUI, KH Arif Fahrudin menjelaskan terkait dengan fatwa salam lintas agama yang ditetapkan melalui Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII. Toleransi adalah sunnatullah dan sunnah Rasulullah SAW dan praktik ulama salafus salihin.
Dia menambahkan, meski demikian toleransi tetap memiliki batasnya. “Tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi, yang tidak diperkenankan Islam adalah motif mencampuradukkan wilayah aqidah dan ritual keagamaan (sinkretisme / talfiq al-adyan) sehingga mengaburkan garis demarkasi antara wilayah akidah dan muamalah,” tegasnya.