Purbalingga, serayunews.com
Senyum mengembang dari wajah para petani di Kabupaten Purbalingga, Jumat (25/11/2022). Sejak pagi, mereka sudah berkumpul duduk rapi di halaman Kantor UPTD Pembenihan, Dinas Pertanian Purbalingga. Ratusan petani tersebut, akan menerima mesin pompa air konversi BBG gratis.
“Pasti seneng, dapat bantuan alat ini (Pompa air, red),” kata Nanang, Petani ikan di Desa Kedung Menjangan, Purbalingga.
Melihat merek dan jenis alat yang diterima, satu paketnya di kisaran Rp 5-7 juta. Dalam satu paket, lengkap dengan alat konverter, selang, tabung gas melon, termasuk oli.
Di lahan garapannya, daerah tersebut termasuk tidak kurang air. Wilayah itu, juga bukan termasuk daerah tadah hujan. Hanya saja, letak lahan dengan jalur irigasi yang tidak mendukung, posisinya lebih tinggi dibandingkan aliran irigasi.
“Mesin pompa air sangat dibutuhkan, selama ini seringnya sewa,” kata dia.
Petani lain dari Desa Toyareka, Tarso, mengaku sangat senang bisa memiliki alat pompa air sendiri. Sebab, selama ini dalam menggarap sawahnya kerap mengambil air dari sungai.
“Kalau pakai mesin yang bahan bakar bensin, itu biasanya bisa sampai Rp 100 ribu, karena harga bensin sudah mahal,” katanya.
Paling tidak dalam sekali penyedotan, bisa menghabiskan bahan bakar sampai 10 liter. Sementara jika menggunakan gas melon, satu tabung setara dengan 10 liter BBM.
“Tadi dijelaskan, satu tabung gas melon bisa setara dengan 10 liter BBM, jadi bisa menghemat sampai Rp 80 ribu,” ujarnya.
Alat pompa air konversi BBM ke BBG ini, sangat menghemat pengeluaran bagi petani. Alat ini, dibagikan kepada sekitar 605 petani.
“Keuntungannya efisien waktu dan lebih ramah lingkungan,” kata Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi PKS, Rofik Hananto.
Selain dibagikan ke petani di Purbalingga, masih ada ratusan paket yang akan didistribusikan ke petani di Banjarnegara.
“Konversi BBM ke BBG kan juga program pemerintah pusat, kita turut menyukseskan program ini,” ujarnya.
Kepala Dinpertan Kabupaten Purbalingga, Mukodam menyampaikan, untuk wilayah Kabupaten Purbalingga secara umum memang bukan tadah hujan. Karena sumber air di sini, masih sangat mumpuni untuk kebutuhan pertanian.
“Hanya saja memang di beberapa wilayah seperti di wilayah Purbalingga bawah, itu posisi lahan dengan aliran irigasi yang tidak ideal. Sehingga, para petani biasanya memakai alat bantu untuk menyedot air dari sungai,” kata dia.