SERAYUNEWS – Keresahan terkait parkir di Banyumas, ternyata tidak hanya dialami oleh masyarakat umum, tetapi juga menjadi perhatian di kalangan legislatif.
Bedanya, masyarakat mengeluhkan banyaknya juru parkir yang tersebar di berbagai lokasi. Sementara anggota DPRD, menyoroti pengelolaannya yang tidak transparan.
Di Purwokerto, hampir setiap tepian jalan raya dan area usaha terdapat juru parkir. Bahkan di depan mesin ATM dan lapak pedagang kaki lima, selalu ada petugas parkir.
Selain menimbulkan ketidaknyamanan, tarifnya juga sering kali tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketua DPRD Kabupaten Banyumas, Subagyo, menegaskan bahwa potensi pendapatan daerah dari sektor parkir di Banyumas bisa mencapai belasan miliar rupiah. Namun, target pendapatan hanya sekitar Rp1,5 miliar per tahun.
“Apapun itu, dari potensi yang Rp23 miliar lebih, hasil kajian terakhir, kita hanya dapat Rp1,5 miliar,” katanya, Selasa (12/03/2025).
Bertahun-tahun, potensi pendapatan yang seharusnya masuk ke kas daerah, justru yang menikmatinya pihak-pihak tertentu.
Padahal, dana tersebut bisa untuk pembangunan infrastruktur atau pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Melihat kondisi ini, DPRD mendesak Dinas Perhubungan (Dishub) untuk meningkatkan target pendapatan dari parkir menjadi Rp5 miliar pada 2026.
Subagyo menjelaskan bahwa angka tersebut sangat rasional, mengingat jumlah juru parkir di Banyumas mencapai 1.545 orang.
“Jika setiap juru parkir menyetor Rp10.000 per hari, maka dalam setahun lebih dari Rp5,6 miliar terkumpul. Dengan sistem bagi hasil 60% untuk juru parkir dan 40% untuk pemerintah, daerah tetap mendapat lebih dari Rp2 miliar,” jelasnya.
Subagyo mencontohkan sistem parkir di Yogyakarta, di mana juru parkir menjadi mitra pemerintah. Mereka menyetorkan pendapatan parkir langsung ke kas daerah dengan sistem bagi hasil.
Untuk menghindari kebocoran pendapatan, Subagyo mengusulkan penggunaan sistem berbasis aplikasi untuk memantau setoran parkir secara real-time.
“Kalau pakai aplikasi, kita bisa tahu siapa yang setor dan siapa yang tidak. Jika ada juru parkir yang tidak menyetor sesuai kewajiban, bisa langsung ganti. Selama ini, justru parkir liar yang semakin marak dan tidak terkontrol,” katanya.
Selain itu, ia juga menyoroti keluhan masyarakat tentang parkir liar tanpa identitas resmi seperti rompi atau kupon.
Hal ini membuat warga sering kali membayar lebih dari tarif resmi, terutama di area perbelanjaan.
“Bayangkan jika seseorang parkir lima kali dalam sehari dan setiap kali Rp2.000. Dalam satu hari bisa habis Rp10.000 hanya untuk parkir. Ini menjadi keresahan masyarakat yang ramai di media sosial. Jangan sampai Purwokerto jadi ‘Kota Parkir’ karena sistem yang semrawut,” pungkasnya.