SERAYUNEWS – Sebuah kejutan manis bagi pecinta sastra Indonesia terjadi di Stasiun Seoul, Korea Selatan.
Sajak “Aku” karya Chairil Anwar kini terpampang megah di area stasiun, menandai pengakuan internasional terhadap karya sastra Indonesia.
Keberadaan puisi ini menjadi bukti bahwa sastra Indonesia mampu melampaui batas negara dan mendapat apresiasi di tingkat global.
Puisi “Aku” dipajang di pintu dua stasiun kereta bawah tanah di Seoul, yakni di Stasiun Yeouido (Jalur 5, peron 8-2 dan 8-3) serta Stasiun Gangnam (Jalur 2, peron 3-3 dan 3-4).
Chairil Anwar merupakan penyair yang erat berkaitan dengan perkembangan puisi modern Indonesia, menjadikannya sebagai pelopor Angkatan 45 dalam Sastra Indonesia.
Lahir pada 22 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara, Chairil menempuh pendidikan dasar di Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS), sekolah Belanda di Medan.
Setelah lulus, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), setara dengan SLTP, tetapi hanya sampai kelas satu sebelum pindah ke Jakarta dan kembali masuk MULO.
Meskipun pendidikannya tidak sampai tamat, Chairil adalah pembelajar otodidak yang tekun.
Ia mempelajari bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman, sehingga mampu membaca dan memahami karya sastra dunia dalam bahasa aslinya.
Chairil Anwar sepenuhnya mengabdikan hidup pada puisi. Ia memperoleh penghasilan dari menulis sajak.
Kemudian, ia sempat menjadi redaktur majalah Gema Suasana (Januari–Maret 1948), tetapi mengundurkan diri karena merasa tidak puas.
Setelah itu, ia bergabung dengan majalah Siasat sebagai pengasuh rubrik kebudayaan Gelanggang bersama Ida Nasution, Asrul Sani, dan Rivai Apin.
Ia juga berencana mendirikan majalah kebudayaan bernama Air Pasang dan Arena. Namun, proyek tersebut belum sempat terwujud hingga ia meninggal dunia.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul mengungkapkan bahwa pemasangan puisi Aku karya Chairil Anwar merupakan bagian dari Program Puisi Multinasional yang digagas oleh Pemerintah Kota Seoul.
Sajak “Aku” merupakan salah satu karya paling terkenal dari Chairil Anwar. Puisi ini menggambarkan perjuangan seseorang yang memiliki semangat tinggi dan pantang menyerah.
Dengan diksi yang kuat dan tegas, “Aku” mengekspresikan kebebasan serta keberanian dalam menghadapi hidup melalui rangkaian kata penuh makna.
Berkat keberaniannya dalam berkarya, Chairil Anwar dikenal sebagai Bapak Puisi Indonesia Modern.
Puisi “Aku” juga menegaskan pentingnya identitas individu dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, terlepas dari norma dan hambatan sosial yang ada.
Gaya penyampaian Chairil Anwar yang penuh energi dan keteguhan tetap relevan hingga saat ini, bahkan sesuai dengan budaya Korea Selatan.
Program Puisi Multinasional melibatkan kolaborasi dengan berbagai kedutaan besar untuk memperkenalkan puisi dari berbagai negara kepada masyarakat Korea Selatan serta wisatawan asing.
Chairil Anwar terpilih sebagai salah satu penyair yang mewakili Indonesia. Puisinya akan tampil dalam dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Korea.
Hal ini menjadi bentuk apresiasi terhadap kontribusi Chairil Anwar dalam dunia sastra.
Selain puisi dari Indonesia, program ini juga menampilkan karya penyair terkenal dari berbagai negara sahabat Korea Selatan, seperti Inggris, India, Malaysia, Slovakia, dan lainnya.
Sejak tahun 2023, Pemerintah Kota Seoul tidak hanya memajang puisi lokal, tetapi juga mulai menampilkan karya-karya penyair internasional.
Pemilihan puisi berdasarkan rekomendasi dari kedutaan besar masing-masing negara. Puisi-puisi tersebut dipasang di beberapa stasiun yang sering dikunjungi wisatawan mancanegara.
Dengan terpilihnya “Aku” dalam Program Puisi Multinasional di Seoul, Chairil Anwar tidak hanya menjadi ikon sastra Indonesia, tetapi juga simbol yang menghubungkan budaya berbeda.
Hal ini membuktikan bahwa seni memiliki kekuatan untuk menyatukan manusia dari berbagai latar belakang.***