SERAYUNEWS– Berbagai cara dilakukan para kandidat calon bupati dan wakil bupati untuk meraup suara di Pilkada Cilacap 2024. Selain membentuk tim pemenangan maupun terjun langsung ke tengah masyarakat, para kandidat pun menggunakan jargon-jargon untuk memikat suara.
Dari empat kandidat yang bakal bertarung di Pilkada Cilacap 2024, mereka sudah memiliki jargon masing-masing. Untuk pasangan Syamsul-Ammy mengusung jargon Cilacap Maju Besar.
Kemudian Imam-Sonhaji dengan Cilacap Maju dan Istimewa. Sementara pasangan Awaluddin-Vicky menggunakan jargon Cilacap Maju Bercahaya dan pasangan Setyo Budi Wibowo (SBW)-Fakhrur Rozi dengan jargon andalan Cilacap Mantap.
Pengamat Politik dari Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, Akhmad Sabiq mengatakan, jargon yang menarik bisa menjadi alat branding yang kuat dan juga mendulang suara. Akan tetapi, jargon tersebut juga harus bisa mencerminkan keinginan masyarakat untuk Cilacap lebih baik.
Menurutnya, jargon harus mudah diingat dan berasosiasi dengan para kandidat. Selain itu, kandidat bukan hanya berhenti pada jargon. Meski itu penting untuk meningkatkan citra di kalangan pemilih. Namun jika tidak dengan tawaran program yang jelas dan relevan, maka itu tidak terlalu menjadi penentu kemenangan.
Jargon yang baik itu, lanjutnya, bisa menyampaikan visi kandidat dengan cara yang sederhana dan mudah. Namun juga punya keterkaitan dengan janji program para kandidat.
Sehingga seberapa bagusnya jargon, jika kandidat itu tidak memiliki kompetensi untuk mewujudkan, maka jargon tersebut menjadi kurang bermanfaat.
“Intinya menarik, mudah mengingatnya, bisa jadi alat branding dan pencitraan. Kemudian program yang jelas, juga berkaitan dengan calonnya. Sang calon harus koheren atau se frekuensi dengan jargonnya. Jika tidak maka jargon itu akan percuma,” kata Sabiq, Rabu (18/9/2024).
Soal karakteristik pemilih, kata dia, yang pertama adalah figur sang calon pemimpin sebelum ke hal-hal yang lain seperti visi misi maupun programnya.
“Apakah orang tersebut terkenal atau tidak serta punya modal sosial Kemudian kandidat tersebut punya prestasi apa ataupun punya kontribusi yang jelas. Intinya rekam jejak itu,” ujarnya.
Jika figurnya sudah mengakar di tengah masyakarat, kata dia, terkadang orang sudah tidak peduli lagi dengan programnya. Tetapi jika melihat preferensi pemilih, apabila pemilih itu rasional, maka mereka akan lihat figur dan programnya.
“Jangan sampai kandidat itu baik tapi tidak bisa kerja. Harus beriringan, yakni orangnya baik dan juga memiliki kompetensi yang jelas,” katanya.
Akan tetapi, kata dia, ada juga pemilih yang melihat pada figur tanpa memperdulikan program karena keterikatan emosional. Entah itu karena kesamaan latar belakang maupun yang sifatnya primordial atau asal-usul atau bisa di katakan wonge dewek, itu masih ada pemilih yang seperti itu.
“Kalau pemilih yang cerdas itu akan melihat dua-duanya antara program dan figurnya. Akan mereka lihat apakah figur ini cuma janji-janji saja atau dia memiliki kemampuan untuk mewujudkan program. Figur yang kuat dan program yang jelas itu merupakan faktor esensial untuk memenangkan suara,” katanya.