Cilacap Selatan, serayunews.com
Juru sita PN Cilacap melakukan eksekusi pengosongan rumah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 50/Pdt.G/2019/PN Clp tanggal 16 April 2020. Putusan itu adalah perkara antara Kwa Keng Sien dan Irma Tjandra sebagai pemohon eksekusi melawan Ie Ping sebagai termohon eksekusi.
Adapun dalam amarnya (putusan), menolak eksepsi tergugat dalam pokok perkara. Putusan di antaranya menyatakan sah dan berharga surat wasiat nomor 14 tanggal 10 Agustus 2005. Kurniadi Santoso adalah pihak yang membuat surat wasiat tersebut di hadapan notaris.
Selain itu, dalam amar tersebut juga menyatakan bahwa para penggugat adalah pemilik yang sah. Penggugat berhak penuh atas sertifikat hak pakai serta bangunan rumah tinggal yang berdiri di atasnya. Selain itu penggugat juga berhak atas bangunan tambahan berdasar surat wasiat tersebut.
Kemudian perjanjian jual beli di bawah tangan dalam surat tersebut batal demi hukum. Jual beli di bawah tangan terkait bangunan rumah seluas sekitar 690 M² yang berdiri di atas lahan tanah negara kurang lebih 1100 M².
Namun demikian, Ie Ping sebagai salah satu pihak tergugat menyatakan keberatan atas eksekusi pengosongan rumahnya. Ping juga keberatan dengan tidak terkabulnya permohonan penangguhan penundaan eksekusi.
Dalam perkara sengketa ini, pihak tergugat mempertanyakan dasar surat wasiat tersebut yang menurutnya tidak bisa dibuktikan. Karena, pihaknya juga belum pernah melihat isi dari surat wasiat tersebut. Sehingga pihaknya meragukan dengan surat wasiat itu.
Selain itu, pihaknya juga akan menuntut kembali atas lahan yang diklaim merupakan miliknya berdasar sertifikat yang sah dan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Cilacap tahun 2010.
“Itu tahun 1980 tanah hak pakai tidak ada perpanjangan yang otomatis milik negara. Kalau tahun 2005 ada surat wasiat itu, apa tanah negara bisa diwasiatkan, kan aneh. Juga tak bisa menunjukkan surat wasiatnya kayak apa. Saya akan tuntut kembali, karena ini tanah saya,” ujarnya.
Selain itu, dalam perkara ini pihaknya juga telah mengajukan perlindungan hukum kepada pengawas Mahkamah Agung.
Sementara itu, Kuasa Hukum Penggugat Robun Edi Ismanto mengatakan, eksekusi berdasar putusan Pengadilan Negeri Cilacap. Pengadilan Tinggi Semarang pada tahun 2018 menguatkan putusan pengadilan tinggi. Lalu, putusan Mahkamah Agung tahun 2021 kembali jadi penguat.
“Kasus ini sudah lama, sejak tahun 1991, waktu itu ada eksekusi kemudian gagal, lanjut persidangan lagi, kemarin sudah ke Mahkamah Agung tahun 2021, ini sebenarnya sudah lama sekali,” ujarnya.
Menurutnya, sesuai dengan putusan pengadilan, pihak tergugat harus menyerahkan sertifikat beserta bangunan rumahnya, yang mulanya sertifikat hak pakai, kemudian mengajukan hak guna bangunan dan menjadi sertifikat hak milik. “Padahal bukan miliknya, tapi memprosesnya jadi SHM (sertifikat hak milik),” ujarnya.
Pelaksanaan eksekusi mendapat pengamanan dari aparat kepolisian, Satpol PP dan Pemerintah Kelurahan Sidakaya, serta pengamanan setempat. Adapun prosesnya pemindahan barang berjalan dengan lancar.