SERAYUNEWS – Kasus sengketa merek Arcteryx Indonesia hingga pertengahan September 2025 masih menjadi perbincangan hangat.
Merek asal Kanada yang dikenal sebagai salah satu produsen perlengkapan outdoor premium ini tengah berhadapan dengan persoalan serius.
Pasalnya keberadaan toko berlabel Arc’teryx di Bali dan Jakarta yang ternyata tidak diakui sebagai bagian dari jaringan resmi mereka.
Meski sempat dipromosikan sebagai “gerai perdana” di Indonesia, Amer Sports Canada Inc., pemilik resmi Arc’teryx, menegaskan bahwa toko-toko tersebut bukanlah milik mereka.
Produk yang dijual pun dinyatakan tidak memenuhi standar kualitas global, tidak bergaransi, serta tidak melalui jalur distribusi resmi.
Hal ini sontak memicu pertanyaan besar: siapa sebenarnya pemilik sah dari merek Arcteryx Indonesia?
Kisruh merek ini kini tengah dibawa ke ranah hukum. Pada 12 Agustus 2025 lalu, Amer Sports menghadiri sidang perdana di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Gugatan ini ditujukan kepada sebuah perusahaan asal Tiongkok yang lebih dulu mendaftarkan merek Arcteryx Indonesia.
Cameron Clark, Head of Legal Arc’teryx Equipment, hadir langsung dalam persidangan tersebut. Ia menyampaikan bahwa langkah hukum ini ditempuh demi membatalkan pendaftaran merek yang dianggap tidak sah dan beritikad buruk.
Menurutnya, hanya dengan putusan pengadilan yang jelas, Arc’teryx bisa benar-benar masuk ke pasar Indonesia dengan produk resmi.
“Kami menghargai bahwa proses persidangan telah dimulai. Tujuan utama kami adalah membatalkan pendaftaran tidak sah terhadap merek Arc’teryx oleh perusahaan asal Tiongkok, dan membuka jalan bagi Amer Sports memasuki pasar Indonesia dengan standar tinggi kami,” ujar Cameron dalam keterangan resmi.
Indonesia menganut prinsip first to file, artinya siapa yang lebih dulu mendaftarkan merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) berhak mendapat perlindungan hukum.
Dalam kasus Arc’teryx, perusahaan asal Tiongkok memanfaatkan prinsip ini untuk mendaftarkan merek lebih dulu.
Namun, aturan hukum juga memberikan ruang perlindungan bagi merek terkenal, seperti Arc’teryx yang sudah dikenal luas secara internasional sejak 1992.
Sengketa ini pada akhirnya menjadi pertarungan antara formalitas hukum di Indonesia dengan reputasi global sebuah brand.
Bagi konsumen, kasus ini membawa konsekuensi yang cukup membingungkan. Kehadiran toko berlabel Arc’teryx di Bali dan Jakarta membuat sebagian orang mengira produk yang dijual adalah resmi.
Padahal, Amer Sports sudah menegaskan bahwa mereka tidak pernah menunjuk distributor atau membuka gerai di Indonesia.
Kondisi ini berisiko merugikan konsumen yang membeli produk tanpa garansi resmi. Selain itu, kualitas barang yang tidak memenuhi standar bisa membuat reputasi merek ternodai.
Karena itu, Arc’teryx Kanada mengimbau masyarakat Indonesia untuk lebih waspada dan selalu memverifikasi keaslian produk.
Daftar toko resmi Arc’teryx dapat dicek langsung di situs global mereka. Hingga awal September 2025, tidak ada satu pun lokasi di Indonesia yang tercantum dalam daftar tersebut.
Kasus Arc’teryx ini juga menarik perhatian pengamat ekonomi. Wakil Direktur INDEF, Eko Listyanto, menilai bahwa persoalan ini bisa menjadi bahan evaluasi penting bagi Indonesia dalam menjaga konsistensi perlindungan hak kekayaan intelektual.
“Konsistensi dalam melindungi dan menegakkan hak kekayaan intelektual sangat penting untuk menjaga reputasi Indonesia sebagai negara yang ramah investasi,” ujarnya.
Menurutnya, sengketa merek global seperti Arc’teryx bukan hanya soal bisnis antara dua perusahaan, tetapi juga citra Indonesia di mata investor internasional.
Memasuki pertengahan September, sidang kasus Arc’teryx masih berjalan dan belum sampai pada tahap putusan. Hal ini membuat status keaslian produk Arcteryx Indonesia tetap berada dalam tanda tanya besar.
Sambil menunggu proses hukum selesai, konsumen diminta untuk lebih cermat. Verifikasi melalui situs resmi, pembelian di toko yang jelas otoritasnya, dan kehati-hatian dalam bertransaksi menjadi langkah paling bijak untuk menghindari kerugian.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat penting bagi brand global: jika ingin masuk ke pasar Indonesia, pendaftaran merek harus segera dilakukan agar tidak terjebak dalam sengketa hukum yang bisa memakan waktu panjang.***