SERAYUNEWS – Kebijakan pemotongan gaji pekerja swasta sebesar tiga persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), menuai banyak protes. Sejumlah karyawan di Banyumas salah satunya, mengaku tak habis pikir dengan kebijakan tersebut.
Toro (38), seorang pekerja warga Karangwangkal Purwokerto menyampaikan, besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Banyumas saat ini sangat menyedihkan. Upah para pekerja di Banyumas ini, sudah susah buat hidup sehari-hari, sekarang ada potongan lagi.
“Tidak usah, cabut saja aturan seperti itu. Atau mungkin bisa berlaku untuk karyawan yang upahnya gede seperti di Jakarta,” katanya.
Menurut Toro, UMK Banyumas saat ini hanya habis dalam waktu sebulan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari hingga urusan sekolah anaknya.
“Take home pay-nya mau bawa berapa? UMR saja susah untuk hidup. Saya anaknya satu, baru sekolah juga. Kalau ada potongan pengahasilan lagi, pulang bawa ke rumah berapa?” ujarnya.
Kalau memang Tapera ini jadi wajib, perusahaan harusnya memberikan tambahan kenaikan gaji. Sehingga dengan potongan tiga persen tersebut, tidak terlalu membebani keluarga.
Nana (34) seorang karyawan warga Purwokerto mengakui, UMK saat ini belum bisa mencukupi semua kebutuhan rumah rangga.
“Saya harus usaha lainnya, karena banyak cicilan. Suami saya bekerja juga, tetapi penghasilan kami cuma pas untuk cicilan rumah, biaya anak, dan dapur sehari-hari,” kata dia.
Tapera tersebut ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, tentang Penyelenggaraannya. Presiden Jokowi meneken aturan itu, 20 mei 2024 lalu.
Dalam PP tersebut, bakal ada pemotongan gaji pekerja swasta sebesar 3 persen. Dengan rincian 2,5 persen dari upah karyawan itu sendiri, sedangkan 0,5 persen dari pihak perusahaan tempat karyawan itu bekerja.