SERAYUNEWS— Sejak awal kampanye, Prabowo bertekad membuat Badan Penerimaan Negara untuk menyatukan penerimaan pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak melalui satu institusi.
Rencana ini memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Pembentukan BPN ini bahkan masuk dalam dokumen visi misi dan program kerja yang berjudul Prabowo Gibran 2024 bersama Indonesia Maju.
Langkah ini merupakan upaya untuk mencapai target rasio penerimaan negara tembus di angka 20%.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga telah memasukkan program ini dalam Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menyusunnya. Kemudian, BPN mendapat nama sebagai Badan Otorita Penerimaan Negara.
Badan itu bertujuan untuk meningkatkan rasio penerimaan perpajakan menjadi sebesar 10-12% terhadap produk domestik bruto (PDB) 2025.
“Upaya meningkatkan penerimaan perpajakan dilakukan untuk mencapai target rasio penerimaan perpajakan sebesar 10-12% PDB pada 2025, melalui pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara untuk meningkatkan tax ratio sehingga APBN dapat menyediakan ruang belanja yang memadai bagi pelaksanaan pembangunan dalam rangka mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.” Mengutip dari dokumen RKP 2025 (25/6/2024).
World Bank Lead Economist for Indonesia and Timor-Leste Habib Rab menilai rencana ini akan tergantung dari masing-masing institusi. Namun, ia mengakui belum mengkaji lebih lanjut rencana ini.
“Menurut saya, apa yang kami lihat adalah, Anda tahu ada permasalahan-permasalahan tertentu yang mengikat dalam pemungutan pajak. Baik permasalahan tersebut diselesaikan melalui Direktorat Jenderal Pajak yang ada atau melalui administrasi baru,” ujar Rab Peluncuran Indonesia Economic Prospects 2024, Senin (24/6/2024).
Menurut Rab, lembaga baru ini memerlukan waktu untuk menyelesaikan masalah-masalah pajak yang ada. Ran kembali menekankan jika World Bank belum mengamati secara rinci dampak pembentukan lembaga baru tersebut.
Pendapat Rab ini senada dengan analisis Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) Arief Ramayandi.
Ia menilai pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) tak secara langsung berdampak pada peningkatan penerimaan negara.
“Tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa pemisahan BPN (Ditjen Pajak dari Kemenkeu) akan serta merta mendorong penerimaan negara,” kata Arief di Jakarta (15/5/2024)
Habib Rab juga menilai pemerintahan baru akan tetap menetapkan tingkat defisit APBN di bawah 3% dari produk domestic bruto (PDB). Menurutnya, rencana ini dapat memberikan dampak positif bagi sumber daya manusia Indonesia.
“Namun, semua itu sesuai dengan aturan fiskal yang berlaku saat ini. Jadi kita akan melihat rincian dengan anggaran baru segera setelah pemerintahan baru masuk,” ucap Rab.*** (O Gozali)