SERAYUNEWS- Santri bukan sekadar murid di pesantren. Mereka adalah penjaga nilai-nilai Qur’ani dan pilar utama lahirnya peradaban Islam di Indonesia.
Melalui teks Syarhil Qur’an tentang santri, nilai-nilai keilmuan, akhlak, dan semangat literasi kembali dihidupkan menjadi pedoman moral bagi generasi muda di tengah derasnya arus digitalisasi.
Dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), cabang Syarhil Qur’an menjadi ajang yang menggabungkan seni berbicara, keindahan bahasa, serta kedalaman pemahaman terhadap Al-Qur’an.
Ketika tema yang diangkat adalah santri, maknanya menjadi sangat relevan: bagaimana generasi Qur’ani mampu menjaga keseimbangan antara ilmu agama dan kemajuan teknologi.
Dalam teks Syarhil Qur’an bertema santri, biasanya terselip pesan penting tentang keteladanan akhlak dan perjuangan menuntut ilmu.
Seorang santri digambarkan bukan sekadar murid di pesantren, melainkan sosok pejuang yang siap berkhidmat kepada agama, masyarakat, dan bangsa.
Ayat-ayat yang sering menjadi landasan teks ini antara lain: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ayat tersebut menjadi fondasi moral bahwa menjadi santri bukan sekadar belajar, tetapi juga berjuang menghidupkan nilai-nilai Qur’ani di tengah masyarakat.
Melalui teks Syarhil Qur’an, nilai-nilai kesabaran, keikhlasan, dan semangat belajar terus digaungkan agar generasi muda tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual.
Melansir laman Hiqma UIN Jakarta berikut kami sajikan contoh mengenai Teks Syarhil Qur’an tentang Santri:
Pembukaan Teks Syarhil Qur’an: Salam dan Mukaddimah yang Menggetarkan
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ
Dewan hakim yang adil dan bijaksana, hadirin pemuda harapan bangsa dan pemudi harapan ibu pertiwi.
Najwa Shihab, Duta Baca Indonesia, pernah menyampaikan pesan inspiratif, “Membaca ialah upaya merengkuh makna, ikhtiar memahami alam semesta. Itulah mengapa buku disebut jendela dunia.”
Senada dengan itu, Joseph Brodsky, penyair peraih Nobel Sastra 1987, mengatakan: “Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku, yaitu tidak membacanya.”
Kedua kutipan itu menggugah kesadaran bahwa membaca bukan sekadar aktivitas, melainkan fondasi peradaban. Sayangnya, generasi masa kini sering terlena oleh gadget dan media sosial, lebih sibuk membuat konten ketimbang menambah wawasan.
Akibatnya, muncul generasi kurang literasi mudah termakan hoaks dan provokasi.
Maka pada kesempatan ini, kami sampaikan Syarhil Qur’an bertema: “Meningkatkan Literasi Demi Terwujudnya Generasi Berprestasi”, dengan kajian Surah Al-‘Alaq ayat 1–5:
أِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ (١) خَلَقَ الأِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢) أِقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمِ (٣) الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥)
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1–5)
Ayat ini menunjukkan perintah membaca yang sangat fundamental. Perintah pertama iqra’ bermakna membaca dengan menyebut nama Allah membaca dengan niat yang benar. Sedangkan iqra’ yang kedua mengajarkan kita untuk membaca agar memperoleh manfaat dan hikmah dari setiap peristiwa kehidupan.
Makna “membaca” dalam konteks Qur’ani bukan hanya sekadar melihat huruf, tetapi juga membaca realitas sosial dan alam semesta. Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang ummi (tidak membaca tulisan), tetapi beliau mampu membaca kehidupan dengan sangat cerdas dan mendalam.
Santri sebagai penerus perjuangan Rasulullah dituntut untuk meneladani hal ini menjadi pembaca kehidupan, bukan hanya pembaca kitab. Literasi sejati adalah kemampuan memahami hikmah di balik fenomena, lalu menjadikannya pelajaran untuk kemajuan diri dan umat.
Sayangnya, kondisi literasi di Indonesia masih jauh dari harapan. Berdasarkan data PISA (Programme for International Student Assessment) oleh OECD tahun 2019, Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara dalam hal kemampuan literasi.
Sementara menurut UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen artinya, dari 1.000 orang, hanya satu yang gemar membaca.
Ironisnya, Indonesia memiliki Perpustakaan Nasional tertinggi di dunia, mencapai 24 lantai. Namun, semangat membaca belum sejalan dengan fasilitas yang tersedia.
Cendekiawan Muslim Prof. M. Quraish Shihab menegaskan,
“Membaca adalah syarat utama membangun peradaban. Semakin luas pembacaan, semakin tinggi pula derajat peradaban.”
Pernyataan ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-Mujadalah ayat 11:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya: “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Syarhil Qur’an bertema santri ini mengajak masyarakat untuk menghidupkan budaya literasi sebagai jalan menuju generasi Qur’ani yang cerdas dan berprestasi. Literasi bukan hanya kemampuan membaca teks, tetapi juga membaca zaman dan perubahan.
Generasi santri diharapkan menjadi pelopor Indonesia Emas 2045, dengan modal ilmu, akhlak, dan daya pikir kritis yang kuat. Membaca, menulis, dan berdiskusi adalah bentuk ibadah intelektual yang menegakkan kalimat Allah di muka bumi.
Hadirin yang dirahmati Allah.
Dari seluruh rangkaian pembahasan tadi, jelas bahwa perintah membaca (iqra’) adalah panggilan abadi bagi umat Islam. Tanpa literasi, manusia akan kehilangan arah. Namun dengan membaca, belajar, dan menelaah makna hidup, kita akan menjadi generasi Qur’ani yang berilmu, berakhlak, dan berprestasi.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Teks Syarhil Qur’an tentang santri adalah refleksi dari semangat iqra’ membaca dengan hati dan pikiran. Di era teknologi modern, santri diharapkan menjadi mercusuar peradaban, memadukan nilai-nilai Qur’ani dengan semangat literasi.
Dengan membaca, bangsa ini tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak dan siap menyongsong masa depan gemilang yang diridhai Allah SWT.